Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

October 09, 2015

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Pemerintahan pada Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin



1. Kurun Waktu 6 September 1950 – 10 Juli 1959

Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950. Perlulah diketahui bahwa demokrasi ini yang dibahas oleh kelompok kami berbeda dengan demokrasi selama kurun waktu 1949 – 1950. Pada periode itu berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.

2. Pandangan Umum :

Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.

Faktor Yang Menyebabkan Seringnya Terjadi Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal: Pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.

Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet sehingga koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Sementara Sukarno selaku Presiden tidak memiliki kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para formatur untuk membentuk kabinet-kabinet baru, suatu tugas yang sering kali melibatkan negosiasi-negosiasi yang rumit.

Kabinet Koalisi yang diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan dapat didukung penuh oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi panasnya persaingan perebutan kekuasaan antar elite politik.

Semenjak kabinet Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi dengan partai besar. Dalam hal ini, Masjumi dan PNI. Mereka sadar betul bahwa sistem kabinet parlementer sangat bergantung pada basis dukungan di parlemen.

Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa demokrasi liberal adalah akibat kebijkaan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah. Sementara keberlangsungan pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan di parlemen.

Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.

3. Seputar Dekrit Presiden

Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun tidaklah serta merta bahwa setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Demokrasi Terpimpin dilaksanakan karena telah disebutkan di atas bahwa Demokrasi Liberal berakhir pada tanggal 10 Juli 1959.

Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :

# Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.

# Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap. Situasi politik yang kacau dan semakin buruk. #

# Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.

# Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional

# Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk

# Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.

Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.

Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.

a. Pembubaran konstituante

b. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.

c. Pembentukan MPRS dan DPAS

Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:

#Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah selama masa Liberal.

Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden. #

# KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.

DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945. #

Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.

Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan. #

# Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.

# Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.

Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.

Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. # UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.

# Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.

Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. # Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.

B. MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

1. Kurun Waktu 1959 – 1965

Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan sistemDemokrasi Terpimpin. Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”. Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.

2. Pandangan Umum :

Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.

Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.

Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.

Tugas Demokrasi terpimpin :

Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.

Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :

Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara. #

# Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.

Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).

Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :

# Kebebasan partai dibatasi

# Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

# Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.

Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional. #

Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.

1. Kedudukan Presiden

Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

2. Pembentukan MPRS

Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.

Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :

Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.

Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan.

Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.

Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.

# Melaksanakan manifesto politik

# Mewujudkan amanat penderitaan rakyat

# Melaksanakan Demokrasi Terpimpin

4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.

Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK(Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.

5. Pembentukan Front Nasional

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945.Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.

# Menyelesaikan Revolusi Nasional

# Melaksanakan Pembangunan

# Mengembalikan Irian Barat

6. Pembentukan Kabinet Kerja

Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.

# Mencukupi kebutuhan sandang pangan

# Menciptakan keamanan negara

# Mengembalikan Irian Barat.

7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom

Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannyauntuk menggalang persatuan bangsa.

Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.

Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.

8. Adanya ajaran RESOPIM

Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.

Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.

Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.

9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.

10. Pentaan Kehidupan Partai Politik

Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.

Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.

Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.

11. Arah Politik Luar Negeri

Bahasan Umum: Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif sesuai yang mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok (barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat. Perubahan arah ini disebabkan oleh :
1) Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
2) Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo

Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)

Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.

Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).

Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.

b. Politik Konfrontasi Malaysia

Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.

Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.

Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia. #

Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris. #

Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.

c. Politik Mercusuar

Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.

Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.

Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

d. Politik Gerakan Non-Blok

Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.

Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin.

Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju.

GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.

Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:

a. Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

b. Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.

c. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.

d. Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur hidup.

e. Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.

f. Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.

g. Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Kehidupan Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin

Pada masa Demokrasi Liberal terjadi berbagai peristiwa penting seperti pergantian kabinet yang cepat akibat pemberlakuan sistem Kabinet Parlementer, penyelegaraan pemilu I RI, kegagalan konstitunte yang baru dan keluarnya Dekrit Presiden 1959.


a) Pemberlakuan Sistem Kabinet Parlementer
Semenjak RIS dibubarkan berdirilah Negara kesatuan RI dengan pedoman UUDS 1950. Isi konstitusi ini menganut ide demokrasi liberal yang meniru konstitusi negara – negara Barat.
Pelaksanaan demokrasi liberal di Indonesia antara lain ditandai dengan berlakunya sistem parlementer dengan ciri – ciri sebagai berikut:
Ü Kedudukan Kepala Negara tidak dapat diganggu gugat
Ü Kabinet dipimpin perdana menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen
Ü Susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam parlemen
Ü Masa jabatan kabinet tidak ditentukan dengan pasti lamanya



Ü Kabinet dapat dijatuhkan setiap waktu oleh parlemen, sebaliknya pemerintah pun dapat membubarkan parlemen.
Pada masa demokrasi liberal berlaku sistem multipartai, partai – partai ini ada yang berkuasa di dalam pemerintahan dan ada juga yang menempatkan diri sebagai partai oposisi. Partai yang berkuasa mendudukkan wakil – wakilnya dalam kabinet setelah mendapatkan dukungan mayoritas parlemen. Namun, apabila mayoritas suara parlemen tidak mempercayai lagi kabinet tersebut, maka jatuhlah kabinet yang berkuasa itu.
Partai – partai yang pernah berkuasa di Indonesia pada umumnya memiliki kelemahan yang memberi peluang kepada partai oposisi untuk menjatuhkannya dalam parlemen. Selama masa demokrasi liberal, hal ini sering terjadi sehingga menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Berikut ini kabinet yang pernah berkuasa pada masa demokrasi liberal:
b Kabinet Natsir
Program kerja Kabinet Natsir antara lain:
© Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Kostituante
© Menyempurnakan susunan pemerintah dan membentuk kelengkapan egara
© Menggaitkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
© Meningkatkan kesejahteraan rakyat
© Menyempurnakan organisasi angkatan perang
© Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat
b Kabinet Sukiman
Program kerja Kabinet Sukiman antara lain:
© Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai Negara hokum unutk menjamin keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat – alat kekuasaan negara
© Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan social ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan
© Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan menyelenggarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terklaksananya otonomi daerah.
© Menyampiakan UU pengakuan serikat buruh, perjanjian kerjasama, penetapan upah minimum, penyelesaian pertikaian buruh
© Menyelenggarakan politik luar negeri bebas aktif
© Memasukkan Irian Barat ke wilayah RI secepatnya
b Kabinet Wilopo
Program kerja Kabinet Wilopo antara lain:
© Mempersiapkan pemiliu
© Berusaha mengembalika Irian Barat ke dalam pangkuan RI
© Meningkatkan keamanan dan kesjahteraan
© Perbaharui bidang pendidikan dan pengajaran
© Melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif
b Kabinet Ali Sastromijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro)
Program kerja Kabinet Ali Sastromijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro)
antara lain:
© Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
© Melaksanakan pemilu
© Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
© Menyelenggarakan Koferensi Asia Afrika
b Kabinet Burhanuddin Harahap
Program kerja Kabinet Burhanuddin Harahap antara lain:
© Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah dalam hal ini kepercayaan angkatan darat dan masyarakat
© Akan dilaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi
© Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke RI
b Kabinet Ali Sastromijoyo II
Program kerja Kabinet Ali Sastromijoyo II antara lain:
© Menyelesaikan pembatalan hasil KMB
© Menyelesaikan masalah Irian Barat
© Pembentukan provinsi Irian Barat
© Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
b Kabinet Juanda ( Kabinet Karya )
Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang meliputi:
© Membentuk dewan nasional
© Normalisasi keadaan RI
© Melanjutkan pembatalan KMB
© Memperjuangkan Irian Barat Kembali ke RI
© Mempercepat pembangunan


b) Pemilu I
Pada awal kemerdekaan pemerintah RI mengeluarkan Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang intinya menyatakan pemerintah mengahargai timbulnya partai – partai politik untuk menyalurkan segala aliran atau paham yang ada dalam masyarakat. Sejak saat itu, lahirlah partai – partai politik yang hidup berdampingan dengan partai lama.

Pada masa Demokrasi Liberal sebagaian partai – partai politik yang ada tidak bekerja sebagai penyalur aspirasi rakyat. Mereka hanya memperjuangkan kepentingan golongan atau pribadi para pemimpin. RakyatIndonesia menjadi frustasi melihat kepincangan politik semacam itu sehingga rakyat menuntut diadakannya pemilihan umum.
Persiapan menuju pemilu dirintis oleh Kabinet Ali I dan pelaksanaannya dilakukan semasa Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilu I berlangsung dua tahap:
a. 29 September 1955, digunakan untuk memilih anggota DPR
b. 15 Desember 1955, pemilu dimanfaatkan untuk memilih kostituante
Pada pemilu tahap I sebanyak 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya dengan tertib dan disiplin. Pengamat luar negeri menilai pelaksanaan pemilu I berlangsung tertib dan sukses. Dari sekitar 28 partai pemilu I di Indonesia telah memunculkan 4 partai terkemuka yaitu Masyomi, PNI, NU, dan PKI.
Ä Perolehan kursi DPR hasil pemilu I antara lain Masyomi 60 anggota, PNI 58 anggota, NU 47 anggota dan PKI 32 anggota.
Ä Perolehan kursi konstituante hasil pemilu antara lain PNI 119 anggota, Masyomi 112 anggota, NU 91 anggota dan PKI 80 anggota.
Hasil pemilu yang begitu didambakan rakyat ternyata belum membuahkan hasil yang diharapkan. Stabilitas politik tidak terwujud karena wakil – wakil rakyat yang terpilih tetap saja mementingkan partainya sendiri. Pertentangan antara partai semakin menghebat. Kabinet Ali II yang melanjutkan tugas Kabinet Burhanuddin Harahap hanya bertahan satu tahun Karena dijatuhkan partai – partai oposisi yang semakin kuat.








c) Upaya Konstituante Menyusun UUD
Konstituante dipilih rakyat dengan tugas merancang UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota kostituante mulai bersidang 10 November 1956 ternyata sampai tahun 1958 konstituante belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Hal ini disebabkan sering timbulnya perdebatan sengit yang berlarut – larut. Masing – masing anggota kostituante terlalu mementingkan partainya. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang kostituante pada 25 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945. Amanat Presiden ini diperdebatkan dan akhirnya diputuskan untuk diadakan pemungutan suara.
Pada 30 Mei 1959 kostituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak menyetujuinya. Suara yang menyetujui memang lebih banyak daripada yang tidak setuju tetapi nyatanya suara tidak memenuhi kuororu (dua pertiga jumlah minimum anggota yang hadir), sehingga pemungutan suara harus diulang.
Pemungutan suara kembali diadakan 1 dan 2 Juni 1959. Dari dua kali pemungutan suara konstituante kembali gagal mencapai dua pertiga suara yang dibutuhkan. Akibatnya sidang – sidang berikutnya mengalami kemacetan. Pada 3 Juni konstituante mengadakan reses yang ternyata untuk selamanya untuk mencegah akses – akses yang membahayakan negara, pada 3 Juni 1959 pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang kegiatan – kegiatan politik. Selanjutnya, rakyat yang menyadari perlunya menjaga keselamatan negara segera melakukan pawai, rapat umum dan demonstrasi dan penyerahan petisi. Rakyat menuntut kepada pemerintah untuk melaksanakan kembali UUD 1945.


d) Dekret Presiden 5 Juli 1959
Setelah Konstituante gagal menetapkan UUD 1945 menjadi konstitusi RI. Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka pada 5 Juli 1959 pukul 17.00. Isi dekrit Presiden 5 Juli 1959 yakni:
a. Pembubaran kosntituante
b. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950, dan
c. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat – singkatnya
Dekrit Presiden tersebut mendapat dukungan dari masyarakat. Kasad memerintahkan kepada segenap anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut. DPR dalam sidangnya pada 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman kepada UUD 1945.
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi

Kemerdekaan yang berhasil diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan kita. Mengisi dan mempertahankan kemerdekaan merupakan perjuangan tersendiri. Ada dua musuh yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Dari luar, kita harus menghadapi Belanda yang masing ingin menjajah kembali Indonesia. Sementara itu, dari dalam kita menghadapi beragam konflik politik dan ideologis. Ancaman Belanda bisa kita patahkan dengan kembalinya Irian Barat. Bagaimana bangsa Indonesia menghadapi dan menyelesaikan konflik dalam negeri?


1. Kehidupan Politik Nasional sampai Tahun 1960-an


Kedudukan Presiden Ir. Soekarno dan TNI AD semakin kuat setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Inilah periode sejarah yang dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Presiden memegang kekuasaan mutlak untuk membentuk front politik yang mampu menopang kekuasaannya. Di sinilah Bung Karno dan PKI membangun kerja sama yang saling menguntungkan. Sementara itu, TNI AD pun semakin ambil bagian dalam kancah politik setelah dijalankannya doktrin kekaryaan (cikal bakal dwifungsi ABRI). Jenderal A.H. Nasution membentuk badan-badan kerja sama tentara dan sipil untuk mengimbangi manuver politik Bung Karno. PKI telah menggunakan kedekatannya dengan Bung Karno untuk menyusun kekuatan. Konflik elite terjadi antara TNI AD, PKI, dan Bung Karno.


a. Dampak Hubungan Pusat-Daerah
Konflik yang terjadi di pemerintahan pusat pun berdampak ke daerah. Upaya Nasution untuk membersihkan pemerintahan sesuai undang-undang darurat, menyebabkan banyak pejabat yang lari ke daerah. Banyak anggota kabinet yang menjalin hubungan dengan dewan-dewan militer di daerah.


1) Pembentukan Dewan-Dewan Daerah
Ketidakpuasan daerah pada pemerintah pusat melatarbelakangi pembentukan dewandewan daerah. Kolonel Achmad Husein membentuk Dewan Banteng di Padang, Sumatra Barat tanggal 20 Desember 1956. Kolonel Mauludin Simbolon membentuk Dewan Gajah di Medan tanggal 22 Desember 1956.
Kolonel Ventje Sumual membentuk Dewan Manguni di Manado tanggal 18 Februari 1957.
Beberapa pejabat militer di daerah yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah pusat mengadakan gerakan. Kolonel Simbolon, Kolonel Sumual, dan Kolonel Lubis bertemu dengan PM Ali Sastroamidjojo dan Bung Hatta. Tuntutannya adalah dilaksanakannya pemilu, diberlakukannya otonomi, PKI dilarang, dan digantikannya Nasution. Di tengah negosiasi antara pemerintah pusat dengan dewan-dewan tersebut, terjadi pengambilalihan pemerintahan di daerah. Ketegangan pun muncul. Para panglima daerah tersebut kemudian dipecat dari dinas militer.


2) Nasionalisasi Aset Belanda
Kegagalan PBB memaksa Belanda untuk menyelesaikan masalah Irian Barat meningkatkan ketegangan politik. Anggotaanggota PKI dan PNI serta rakyat di berbagai daerah mengambil alih aset Belanda. Kabinet Djuanda tidak mampu menyelesaikan kasus tersebut. Gerakan rakyat di berbagai daerah semakin tidak terkendali. Nasution kemudian tampil dan memerintahkan tentara untuk mengelola perusahaan Belanda yang disita. Nasution perlahan-lahan mengendalikan panglima-panglima daerah dan TNI AD semakin diperhitungkan.


b. Persaingan Ideologis
Dominannya PKI dalam kehidupan politik nasional mendapat reaksi dari partai dan organisasi lainnya. Ideologi komunisme yang dikembangkan PKI bertentangan dengan keyakinan bangsa Indonesia. Pada bulan September 1957 Masyumi memelopori Muktamar Ulama seIndonesia di Palembang. Muktamar mengeluarkan fatwa bahwa komunisme diharamkan bagi kaum muslim. Muktamar juga meminta agar aktivitas PKI dibekukan dan dilarang di seluruh Indonesia. Perdebatan Islam dan PKI pun merembet dalam persidangan konstituante.
Perdebatan terjadi antara pihak yang mendukung Islam dan Pancasila sebagai dasar negara. Macetnya konstituante menyebabkan krisis pemerintahan dan ketatanegaraan. Dengan didukung TNI, Bung Karno kemudian mengeluarkan dekrit yang memberlakukan kembali UUD 1945. Dekrit ini selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.


c. Pergolakan Sosial Politik
Pada masa demokrasi terpimpin Bung Karno menggalang kekuatan dengan negara-negara sosialis dan komunis. Dampak kebijakan ini adalah terbukanya kesempatan bagi PKI untuk memperkuat basis dukungan. Administrasi pemerintahan pun menjadi tidak terkendali. Pemerintah kurang memperhatikan aspirasi daerah dan para bekas pejuang. Terjadilah kesenjangan antara pemerintah pusat dan daerah. Di kalangan TNI sendiri sering terjadi perpecahan. Sementara itu, beberapa negara luar juga turut campur tangan dalam masalah Indonesia. Akumulasi dari kondisi tersebut mengakibatkan munculnya pergolakan di berbagai daerah.


1) Piagam Perjoangan Rakyat Semesta
Pada tanggal 2 Maret 1957 Panglima Tentara Teritorium VII Makassar Letkol Ventje Sumual mengumumkan darurat perang di daerahnya. Dengan pengumuman itu maka Sumual berwenang mengambil alih seluruh kekuasaan di Indonesia bagian timur. Letkol Ventje Sumual kemudian memproklamasikan Piagam Perjoangan Rakyat Semesta (Permesta). Piagam Permesta tersebut ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat di Indonesia bagian timur.
Peristiwa tersebut benar-benar mengancam persatuan Indonesia. Amerika Serikat terlibat dalam gerakan ini. Salah satu pilotnya (A.L. Pope) tertembak di Ambon. Kabinet Ali Sastroamidjojo gagal mengatasinya dan tanggal 14 Maret 1957 mengembalikan mandatnya. Presiden Soekarno kemudian membentuk Kabinet Karya dengan Perdana Menteri Ir. Djuanda.


2) Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
Pada awal tahun 1958 terjadi pertemuan antara beberapa tokoh militer dan sipil di Sumatra. Kolonel Simbolon, Kolonel Lubis, dan kawan-kawan bertemu dengan Moh. Natsir, Sjafrudin Prawiranegara, Sumitro Djojohadikusumo, dan lain-lain. Hasil pertemuan tanggal 10 Februari 1958 berupa beberapa ultimatum yaitu Kabinet Djuanda dibubarkan, Hatta dan Hamengkubuwono IX ditunjuk membentuk kabinet sampai dilaksanakan pemilu, dan Bung Karno harus kembali ke posisi konstitusionalnya.
Ultimatum tersebut ditolak oleh pemerintah. Kolonel Lubis, Kolonel Simbolon, Kolonel Acmad Husein, dan lain-lain dipecat dari dinas militer. Tanggal 15 Februari 1958 dibentuklah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Perdana Menteri PRRI adalah Mr. Sjafrudin Prawiranegara. Anggota kabinetnya antara lain Moh. Natsir, Burhanuddin Harahap, Sumitro Djojohadikusumo, dan Simbolon. PRRI juga didukung oleh Kolonel D.J. Somba di Sulawesi Utara tanggal 17 Februari 1959. Itulah beberapa pergolakan yang terjadi hingga awal tahun 1960-an. Upaya pemerintah untuk menghadapi pergolakan ini dengan diplomasi dan operasi militer. Pemerintah menggelar musyawarah nasional antara tokoh pusat dan daerah tanggal 14 September 1957. Gerakan Permesta dihadapi dengan Operasi Sapta Marga. PRRI dihadapi dengan menggelar Operasi 17 Agustus.




2. Pemberontakan PKI dan Konflik Dalam Negeri


Doktrin komunis adalah merebut kekuasaan negara yang sah dengan cara apa pun. Setiap peluang dan kesempatan yang ada akan digunakan oleh orang-orang komunis untuk mengembangkan ideologinya. Mereka akan menjalankan aksinya bagaimanapun kondisi yang dihadapi bangsa. Ini harus kita pahami dan waspadai bersama. Coba buka kembali sejarah pergerakan bangsa. Saat pergerakan nasional tengah berkembang, PKI mengadakan pemberontakan pada tahun 1926/1927. Organisasi pergerakan lainnya pun terkena dampaknya. Saat itu, pemerintah Belanda sangat menekan kaum pergerakan.


a. Pemberontakan PKI Madiun
PKI berkembang pesat sekitar tahun 1948. Bangsa Indonesia baru merapatkan barisan untuk menghadapi agresi Belanda. PKI membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang terdiri atas PKI,
Partai Sosialis, PBI, Pesindo, dan SOBSI. Front ini di bawah Amir Sjarifuddin. Mereka merongrong keutuhan bangsa. PKI memobilisasi kaum buruh dan rakyat untuk mengadakan pemogokan di berbagai daerah di Indonesia.


1) Musso dan Perubahan Gerakan PKI
Gerakan PKI semakin radikal setelah Musso kembali dari Moskow (Uni Soviet/Rusia) pada bulan Agustus 1948. Musso bermukim di Moskow sejak tahun 1926. Dia mengadakan perombakan di tubuh PKI dengan membentuk Politbiro PKI. Musso berpendapat bahwa hanya orang-orang PKI yang bisa menyelesaikan revolusi. Musso menempatkan orang-orang baru seperti D.N. Aidit, M.H. Lukman, Njoto, dan Sudisman. Setahap demi setahap, Musso menyerang beragam kebijakan pemerintahan Kabinet Hatta. Musso kemudian menyampaikan gagasan-gagasannya melalui rapat-rapat raksasa. Pada tanggal 20 Agustus 1948 berlangsung rapat raksasa yang dihadiri 50.000 orang di Yogyakarta. Musso mengemukakan pentingnya mengganti Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Front Nasional. Kata Musso, demi kepentingan revolusi nasional maka Indonesia harus menggalang kerja sama dengan dunia internasional (Soviet).
Hatta tetap menjalankan kebijakan rasionalisasi Angkatan Perang, meskipun mendapat serangan PKI. Rasionalisasi itu bertujuan menyingkirkan unsur-unsur revolusioner dan progresif dalam kalangan militer serta mempersiapkan militer dalam menghadapi perundingan mengenai militer dengan Belanda. Kabinet Hatta mendapat dukungan dari Masyumi dan PNI serta beberapa badan perjuangan. Musso sangat keberatan dengan kebijakan Hatta karena banyak kadernya yang bersenjata akan terkena dampaknya.


2) Proklamasi Republik Soviet Indonesia
Konflik ideologis antara PKI dan TNI yang didukung beragam elemen perjuangan meningkat tajam pada tahun 1948. Berbagai insiden terjadi antara TNI dan PKI/FDR. PKI dihadang TNI Divisi Siliwangi di bawah Kolonel A.H. Nasution di Surakarta. PKI kemudian mundur ke Madiun dan mengadakan pemberontakan tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ditandai dengan proklamasi berdirinya Republik Soviet Indonesia. Kolonel Djokosuyono diangkat sebagai Gubernur Militer Madiun. Letnan Kolonel Dahlan sebagai komandan komando pertempuran.
PKI menguasai Madiun dan menduduki radio Gelora Pemuda.
Propaganda dan provokasi pun dilakukan PKI. Mereka mengatakan tentara (TNI) sebagai kepanjangan tangan kolonial. Kabinet Hatta mereka sebut akan menjual tanah air dan bangsa kepada Belanda. Demikianlah, PKI senantiasa memprovokasi rakyat agar menentang pemerintahan yang sah.


3) Penumpasan PKI Madiun
Pada tanggal 19 September 1949 sekitar dua ratus kader PKI ditangkap di Yogyakarta. Bung Karno kemudian berpidato untuk mengecam pemberontakan Musso. Beliau meminta kepada rakyat agar bergabung dengannya dan Bung Hatta. Penumpasan kemudian dilakukan pemerintah dengan Gerakan Operasi Militer I. Penumpasan dilakukan oleh TNI dari Divisi Siliwangi.
Dalam waktu dua minggu, Kota Madiun berhasil direbut kembali dari tangan PKI. Aidit dan Lukman melarikan diri ke Vietnam dan Cina. Musso akhirnya tewas tertembak tanggal 31 Oktober 1948. Amir Sjarifuddin dan sekitar tiga ratus pendukungnya ditangkap oleh Divisi Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948. Penangkapan kader-kader PKI pun dilakukan pemerintah. Pemberontakan PKI Madiun di bawah Musso pun gagal. Keinginan untuk mendirikan negara Republik Soviet Indonesia bisa dipadamkan oleh persatuan TNI dan rakyat. Namun, ideologi komunisme yang dibawa PKI masih laten di Indonesia.


b. Pemberontakan APRA
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) terjadi di Bandung tanggal 23 Januari 1950. Pemberontakan ini dipimpin oleh Raymond Westerling dengan delapan ratus serdadu. Latar belakang pemberontakan ini adalah keinginan Belanda untuk mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia dan mempertahankan serdadu Belanda dalam sistem federal. Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950 gerombolan APRA menyerang anggota Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS/TNI). Bahkan, Markas Staf Divisi Siliwangi berhasil mereka rebut. Letnan Kolonel Lembong dan lima belas pasukannya tewas setelah diserang 150 gerombolan APRA. Akibat pemberontakan APRA ini sekitar 79 tentara APRIS tewas. Pemerintahan Hatta mengadakan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda dan mengirimkan pasukan ke Bandung. Akhirnya, Komandan Tentara Belanda Mayor Jenderal Engels mendesak Westerling agar pergi. Gerombolan APRA pun berhasil dilumpuhkan oleh APRIS dengan dibantu rakyat.


c. Pemberontakan Andi Azis
Andi Azis adalah perwira KNIL di Makassar. Saat terjadi rasionalisasi tentara, ia bergabung dengan APRIS di Indonesia bagian timur di bawah Letkol Ahmad Junus Mokoginta. Namun, ia bersama kelompoknya menolak pengiriman pasukan oleh TNI ke Makassar saat terjadi pergolakan anti-federal. Kapten Andi Azis kemudian membentuk ”Pasukan Bebas” dan gerombolannya melakukan pemberontakan.
Makassar berhasil mereka kuasai karena terbatasnya pasukan APRIS. Bantuan APRIS kemudian datang dengan dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang dan Mayor H.V. Worang. Pertempuran pecah antara tentara KNIL dan APRIS/TNI tanggal 15 Mei 1950. Perundingan kemudian diadakan antara APRIS (Kolonel A.H. Nasution) dan KNIL (Kolonel Pereira). Hasil perundingan adalah akan dilakukan penjagaan bersama oleh Polisi Militer dari kedua belah pihak. Pertempuran pecah kembali setelah perwira APRIS Letnan Jan Ekel ditembak KNIL tanggal 5 Agustus 1950. Tentara KNIL terkepung dan menyerah. Mereka akhirnya mau berunding tanggal 8 Agustus 1950. Indonesia diwakili A.E. Kawilarang dan Belanda diwakili Mayjen Scheffelaar. KNIL akhirnya meninggalkan Makassar.


d. Pemberontakan RMS
Republik Maluku Selatan (RMS) didirikan oleh Christian Robert Soumokil. Dia adalah bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT) semasa RIS. Latar belakang pemberontakan RMS adalah ketidaksenangannya untuk kembali ke negara kesatuan sesuai keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB). Untuk memperjuangkan misinya, Soumokil mengintimidasi, meneror, dan membunuh lawan-lawan politiknya. Misalnya terhadap Kepala Daerah Maluku Selatan J. Manuhutu. Teror dilakukan oleh bekas pasukan Westerling yang berjumlah dua ratus KNIL. Ketua Persatuan Pemuda Indonesia Maluku Wim Reawaru tewas terbunuh. Pemerintah menerapkan dua cara untuk menghadapi pemberontakan ini. Cara diplomasi ditempuh dengan mengirimkan dr. Leimena, tetapi ditolak Soumokil. Selanjutnya, digelar Gerakan Operasi Militer III. Operasi ini dipimpin oleh Kolonel Kawilarang. Pasukan dibagi menjadi tiga, yaitu Grup I dipimpin Mayor Achmad Wiranatakusumah, Grup II dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi, dan Grup III dipimpin Mayor Surjo Subandrio. RMS dengan mudah dipadamkan, tetapi Letkol Slamet Riyadi tewas tertembak dalam sebuah kontak senjata di depan benteng Nieuw Victoria.




3. Peristiwa DI/TII


Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) resmi berdiri tanggal 7 Agustus 1949. Namun, akar sejarahnya telah ada sejak zaman Jepang, saat muncul keinginan untuk membentuk negara berdasarkan Islam. Dewan Imamah (Penasihat) DI/TII adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo.


a. DI/TII Jawa Barat
DI/TII sempat menguasai Jawa Barat setelah Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah akibat Perjanjian Renville. Namun, Kartosuwirjo bersama empat ribu tentaranya tetap bertahan. Beliau bahkan mengobarkan perang suci melawan Belanda. Pada tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata antara DI/TII dengan TNI. Gerakan DI/TII sulit dipadamkan karena mereka menyatu dengan penduduk. Selain itu, gerombolan DI/TII sangat paham dengan kondisi alam daerah Jawa Barat. Mereka tidak segan untuk mengadakan ”teror” terhadap rakyat dan kepentingan pemerintah daerah.
Ajakan damai pernah dilontarkan Moh. Natsir sebagai wakil pemerintah. Namun, belum bisa meluluhkan perjuangan Kartosuwirjo. Wilayah Jawa Barat hampir seluruhnya berada di bawah pengaruh Darul Islam. Gerakan DI/TII mampu bertahan selama 13 tahun. Gerakan DI/TII baru berakhir setelah Kartosuwirjo tertangkap pada bulan Juni 1962. Pasukan Kujang II/328 Siliwangi dipimpin Letda Suhanda, menangkapnya di Gunung Rakutak, Kecamatan Pacet Majalaya, Kabupaten Bandung.


b. DI/TII Jawa Tengah
Perjuangan DI/TII memperoleh dukungan dari Jawa Tengah. Tokoh utamanya adalah Amir Fatah. Beliau sebelumnya adalah pejuang dan komandan laskar Hizbullah. Selanjutnya ia berhasil mempengaruhi laskar Hizbullah yang mau bergabung dengan TNI di Tegal. Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri dan bergabung DI/TII Kartosuwirjo tanggal 23 Agustus 1949. Mereka menciptakan pemerintahan tandingan di daerahnya. Gerakan yang sama muncul di Kebumen. Pemimpinnya adalah Mohammad Mahfu’dh Abdulrachman atau yang dikenal dengan Kiai Sumolangu. Gerakannya juga merupakan penerus DI/TII Kartosuwirjo dengan basis di Brebes dan Tegal. Gerakan ini kuat setelah Batalion 423 dan 426 bergabung dengan mereka.
Pembelotan ini merupakan pukulan bagi TNI saat itu. Pemerintah kemudian membentuk pasukanBanteng Raiders untuk menghadapi gerakan tersebut. Dengan pasukan ini, pemerintah menggelar operasi Gerakan Banteng Negara. Sisasisa gerakan DI/TII di Jawa Tengah kemudian berhasil dipatahkan oleh pemerintah melalui Operasi Guntur.


c. DI/TII Sulawesi Selatan
Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Beliau sebelumnya adalah pejuang bersama-sama Andi Mattalatta dan Saleh Lahade. Mereka membentuk Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS). Ide itu disetujui Panglima Besar Jenderal Sudirman tanggal 16 April 1946. Setibanya di Sulawesi Selatan, Kahar membentuk Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).
Namun, Kahar menolak ketika pemerintah hendak mengadakan perampingan organisasi ketentaraan. Kahar ingin membentuk Brigade Hasanuddin dan menolak bergabung dengan APRIS. Dengan pasukan dan peralatan, Kahar lari ke hutan pada bulan Agustus 1951. Mereka memproklamasikan diri sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwirjo. Bahkan, mereka sering meneror rakyat dan tentara APRIS. Gerakan ini baru bisa dipadamkan bulan Februari 1965. Lamanya penanggulangan gerakan ini disebabkan mereka sangat menguasai medan.


d. DI/TII Aceh
Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh oleh Daud Beureuh. Latar belakang gerakan ini terjadi saat Indonesia kembali ke negara kesatuan pada tahun 1950. Beureuh tidak puas dengan status Aceh yang hanya menjadi satu keresidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Hal ini dianggap mengurangi kekuasaannya. Beliau kemudian mengeluarkan maklumat tanggal 21 September 1953. Isinya adalah Aceh merupakan bagian dari DI/TII Kartosuwirjo.
Gerakan Beureuh sulit dipatahkan karena menyatu dengan rakyat dan memahami kondisi wilayah Aceh. Beureuh berhasil mempengaruhi rakyat Aceh. Selain menyadarkan rakyat agar percaya kepada pemerintah, TNI juga melakukan operasi militer. Pangdam I Kolonel Jasin berinisiatif mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh tanggal 17–28 Desember 1962.
Daud Beureuh pun kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Itulah beberapa peristiwa yang sempat mengganggu jalannya pemerintahan hingga tahun 1960-an. Ada beragam latar belakang yang menyebabkan meletusnya peristiwa tersebut. Pemerintah melakukan perundingan dan operasi militer untuk menghadapinya. Sebagian besar perlawanan dan permasalahan bisa teratasi meskipun ketidakpuasan terhadap pemerintah masih muncul.




4. Keadaan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya Pra G30S/PKI


Krisis ketatanegaraan dan pemerintahan yang terjadi pada tahun 1950-an memuncak dengan keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Presiden Soekarno membubarkan Kabinet Djuanda dan membentuk Kabinet Kerja. Presiden Soekarno juga membubarkan DPR hasil pemilu 1955 karena menolak anggaran belanja negara yang diajukan pemerintah. Bung Karno kemudian membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) tanggal 24 Juni 1960.
Perbandingan keanggotaan DPRGR yang seluruh anggotanya dipilih Bung Karno adalah nasionalis (94), Islam (67), dan komunis (81). Dengan demikian, PKI memperoleh banyak keuntungan dari kebijakan Bung Karno. DPRGR dilantik Bung Karno tanggal 25 Juni 1960. Tugasnya adalah melaksanakan manipol, merealisasikan amanat penderitaan rakyat, dan melaksanakan demokrasi terpimpin. Presiden Soekarno benar-benar menjadi inisiator dan operator politik tunggal demokrasi terpimpin. Garis kebijakannya tentang demokrasi terpimpin tertuang dalam pidatonya tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Langkah yang ditempuh adalah membentuk Front Nasional, menggabungkan lembaga tinggi dan tertinggi negara di bawah kendalinya, serta membentuk Musyawarah Pembantu Pemimpin Revolusi (MPPR). Dampak kebijakan Presiden Soekarno bagi kehidupan bangsa dan negara sebagai berikut.


a. Kehidupan Politik
PKI berusaha keras berada di belakang pengaruh Bung Karno. PKI senantiasa memainkan peranan sebagai golongan yang paling Pancasilais. Gagasan Bung Karno tentang Nasakom jelas menguntungkan gerakan PKI. Bahkan, D.N. Aidit pada tahun 1964 berani berkata, ”bila kita telah mencapai taraf hidup adil dan makmur dan telah sampai kepada sosialisme Indonesia, maka kita tidak lagi membutuhkan Pancasila.” Gerakan PKI ini dihadang golongan Islam dan TNI AD. Bahkan, sejak pembentukan DPRGR kedua kelompok ini telah menentang secara keras.
Namun, upaya itu mendapat rintangan karena Bung Karno memang melindungi keberadaan PKI.
Kondisi politik saat itu benar-benar panas karena PKI melakukan beberapa aksi dan kerusuhan.
Konflik antara PKI dan TNI AD pun tidak terhindarkan.


b. Kondisi Perekonomian
Selama demokrasi terpimpin Bung Karno menempatkan politik sebagai panglima. Beragam kebijakan dan pengaturan menjadi sia-sia karena besarnya anggaran untuk proyek-proyek mercusuar. Bung Karno saat itu sangat getol membangun jaringan dengan negara-negara sosialis komunis. Beliau memelopori pembentukan Conferences of the Emerging Forces (Conefo). Oleh karena itu, dibangunlah gedung Conefo yang kini menjadi gedung MPR/DPR. Untuk keperluanGames of the New Emerging Forces (Ganefo), Bung Karno membangun Istora Senayan.Selain untuk proyek tersebut, anggaran pemerintah juga dihabiskan untuk membiayai politik konfrontasi. Saat cadangan anggaran habis, pemerintah menghimpun dana-dana revolusi dan memperbanyak utang luar negeri. Dampak dari kebijakan tersebut adalah tingginya inflasi, melonjaknya harga kebutuhan masyarakat, dan tergencetnya perekonomian rakyat. Bukan pemandangan yang aneh apabila selama demokrasi terpimpin banyak terjadi antrean beras dan minyak.


c. Kehidupan Sosial
Doktrin Nasakom yang disuarakan Bung Karno mempengaruhi kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal ini terlihat sekali dalamkehidupan pers. Surat kabar yang menentang Nasakom atau PKI diberedel. Misalnya Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, dan Star Weekly. Sebaliknya, surat kabar PKI merajai dunia penerbitan pers saat itu, seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, danWarta Bhakti. Mereka juga menerbitkan surat kabar Bintang Muda, Zaman Baru, dan Harian Rakyat Minggu. Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) milik pemerintah didominasi oleh golongan komunis.Surat kabar milik PKI melakukan propaganda dan agitasi terhadap lawan-lawan politiknya. Dengan jalan itu, PKI berhasil mendominasi kehidupan sosial politik masyarakat.
Untuk memurnikan ajaran Bung Karno dari pengaruh komunis, beberapa tokoh membentukBarisan Pendukung Soekarnoisme (BPS). BPS diketuai oleh Adam Malik dibantu oleh B.M. Diah, Sumantoro, dan kawan-kawan. Berdirinya BPS mendapat tekanan dari PKI. Bahkan, PKI memfitnah bahwa BPS merupakan bentukan Amerika. Bung Karno kemudian mendukung PKI dengan melarang kegiatan BPS.


d. Kehidupan Budaya
Saat PKI merajai kehidupan politik, semua kegiatan kebudayaan terpengaruh. Sejak tahun 1950 PKI telah membentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dengan tokoh utamanya Pramoedya Ananta Toer. Lekra dengan kejam menindas dan meneror kaum intelektual dan sastrawan Indonesia yang tidak mau bergabung dengannya. Pada saat yang sama, Lekra mempropagandakan misi dan kepentingan PKI terutama berkaitan dengan penyebaran ideologi komunis. Para mahasiswa PKI bergabung dalam Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia(CGMI). Mereka meneror mahasiswa lain yang tidak mau bergabung.
Para sastrawan dan cendekiawan penentang Lekra membuat Manifes Kebudayaan tanggal 17 Agustus 1963. Mereka mendukung Pancasila, tetapi menolak bergabung dengan Nasakom. Para sastrawan dan intelektual itu menghendaki suatu kebudayaan Indonesia yang tidak didominasi oleh ideologi tertentu. Tokoh manifes ini adalah H.B. Jassin. PKI kemudian menggunakan kekuasaan Bung Karno untuk melarang kegiatan manifes kebudayaan. Akhirnya, Bung Karno benar-benar melarangnya tanggal 8 Mei 1964. Bahkan H.B. Jassin kemudian dipecat sebagai dosen di Universitas Indonesia Jakarta. Demikianlah cara PKI menciptakan suasana yang menguntungkan kepentingan politiknya. Mereka menempel setiap kebijakan Bung Karno dengan membentuk lembaga-lembaga pendukung. Teror dan fitnah mereka jalankan untuk menghadapi kelompok antikomunis. Berkat dukungan dan perlindungan Bung Karno, PKI mampu memasuki seluruh sendi kehidupan bangsa. Oleh karena itu, PKI tinggal menunggu waktu untuk merebut kekuasaan sesuai dengan doktrin komunisme.




5. Peristiwa G30S/PKI


PKI merupakan partai terbesar di dunia di luar negara komunis. Pada tahun 1964 PKI telah berubah menjadi kekuatan yang besar dan agresif dalam perpolitikan Indonesia. PKI mengusulkan kepada Bung Karno agar dibentuk ”Angkatan Kelima”. Yang dimaksud PKI adalah agar rakyat yang di bawah pengaruhnya dipersenjatai. Oleh karena itu, para gerilyawan PKI memperoleh latihan kemiliteran di pangkalan udara Halim Perdanakusuma. Jumlah kader PKI yang ikut kursus dan latihan hingga bulan September adalah dua ribu orang. Mendekati akhir bulan September 1965, ribuan tentara berkumpul di Jakarta. Orang menduga bahwa itu dilakukan untuk menyambut hari ABRI tanggal 5 Oktober. Dengan kedudukan dan potensi itu, PKI mempersiapkan perebutan kekuasaan. Persiapan dilakukan secara matang dilakukan oleh Biro Khusus yang dipimpin Sjam Kamaruzzaman.


Biro Khusus menyarankan kepada pimpinan PKI D.N. Aidit untuk mengadakan perebutan kekuasaan (pemberontakan). Hal ini diputuskan dalam rapat pimpinan biro tersebut pada bulan Agustus 1965. Keputusan itu ditindaklanjuti dengan rapat rahasia secara maraton.Setelah melalui serangkaian rapat, PKI kemudian mengambil keputusan akhir. Keputusannya adalah komandan gerakan dijabat Letkol Untung (Komandan Batalion I Resimen Cakrabirawa). Resimen ini sehari-hari bertugas mengawal presiden.


a. Pemberontakan G 30 S /PKI
PKI kemudian benar-benar melakukan pemberontakan dan pengkhianatan kepada bangsa Indonesia. Operasi pemberontakan dipimpin oleh Letkol Untung dengan melibatkan satu batalion Divisi Diponegoro dan Divisi Brawijaya. Mereka dibantu oleh Pemuda Rakyat PKI. Pusat gerakan di Lubang Buaya, dekat Halim Perdanakusuma.


PKI kemudian berhasil menculik dan membunuh para perwira TNI AD. Mereka adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen Harjono M.T., Mayjen S. Parman, Brigjen D.I. Pandjaitan, dan Brigjen Soetojo Siswomihardjo. Jenderal A.H. Nasution berhasil meloloskan diri. Namun, putrinya (Irma Suryani Nasution) dan ajudannya (Lettu Pierre Andries Tendean) tewas tertembak. Korban PKI lainnya adalah Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun yang mengawal rumah Wakil Perdana Menteri II dr. J. Leimena.


Selain melakukan pembunuhan, PKI juga merebut RRI Pusat dan gedung Telekomunikasi di Jalan Medan Merdeka. Keduanya digunakan Letkol Untung untuk menyiarkan pengumuman G 30 S. Pukul 07.20 WIB Letkol Untung mengumumkan bahwa gerakan mereka ditujukan kepada Dewan Jenderal yang katanya mau melakukan perebutan kekuasaan. Namun, kedok mereka terbongkar pada siang harinya pukul 13.00 WIB. Pemberontakan PKI juga berlangsung di Jawa Tengah dipimpin oleh Kolonel Sahirman (Asisten I Kodam VII/ Diponegoro). Setelah menguasai Markas Kodam VII/Diponegoro, mereka merebut RRI, telekomunikasi, dan Korem-Korem di Jawa Tengah. Korem 071/Purwokerto dikuasai Letkol Soemitro, Korem 072/Yogyakarta dikuasai Mayor Mulyono, Korem 073/ Salatiga dikuasai Letkol Idris, dan Brigif 6 dikuasai oleh Kapten Mintarso.


Akibat pemberontakan ini, Danrem 072 Kolonel Katamso dan Kasrem 072 Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh secara keji. PKI juga membunuh para perwira TNI AD di lingkungan Brigade Infanteri 6/Surakarta dan merebut RRI, telekomunikasi, bank negara, dan mendukung G 30 S/PKI. Rakyat Surakarta benar-benar ketakutan dengan teror PKI.


b. Penumpasan G 30 S/PKI
Penculikan dan pembunuhan para jenderal oleh PKI segera tersiar. Panglima Komando Strategi Cadangan TNI AD (Pangkostrad) Mayjen Soeharto segera mengambil alih komando TNI AD. Sesuai tradisi di lingkungan TNI AD apabila Men/Pangad berhalangan segera digantikan oleh Pangkostrad.
Mayjen Soeharto mengoordinasi penumpasan mulai tanggal 1 Oktober 1965. Pasukan Resimen Para Komando TNI Angkatan Darat (RPKAD) dipimpin Letkol Sarwo Edhie Wibowo merebut RRI dan gedung Telekomunikasi. Jakarta dengan mudah bisa direbut TNI. Mayjen Soeharto kemudian mengumumkan telah terjadinya perebutan kekuasaan oleh Gerakan 30 September.


Pengumuman dilakukan pukul 20.00 WIB tanggal 1 Oktober 1965. Beliau juga mengumumkan bahwa Presiden Soekarno dan Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution dalam keadaan selamat.
Antara Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan kepolisian sepakat untuk menumpas G 30 S. Operasi kemudian dilanjutkan ke kawasan Halim Perdanakusuma. Kawasan ini merupakan basis PKI yang pernah digunakan untuk melatih Gerwani dan Pemuda Rakyat. Kawasan ini dengan mudah dikuasai kembali pukul 06.10 tanggal 2 Oktober 1965. Operasi kemudian dilanjutkan untuk menemukan jenderal-jenderal korban penculikan. Jenazah keenam perwira TNI AD ditemukan di dalam sumur tua di Lubang Buaya. Penemuan ini berkat petunjuk Ajun Brigadir Polisi Sukitman yang berhasil meloloskan diri dari penculikan PKI. Setelah disemayamkan di Markas Besar TNI AD, jenazah keenam pimpinan TNI AD tersebut dimakamkan di Kalibata bertepatan dengan hari ABRI tanggal 5 Oktober 1965.


Upaya penumpasan terhadap sisa-sisa G 30 S/PKI terus dilakukan. Sementara itu, rakyat mengekspresikan kemarahannya dengan membakar kantor PKI di Kramat Raya. Demonstrasi dan aksi mahasiswa anti-PKI pun mulai berlangsung di Jakarta. Pada tanggal 9 Oktober 1965.


Kolonel A. Latief berhasil ditangkap di Jakarta. Letkol Untung juga berhasil ditangkap di Tegal tanggal 11 Oktober 1965 saat hendak melarikan diri ke Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan basis kedua PKI setelah Jakarta. Penumpasan dipimpin oleh Pangdam VII/Diponegoro Brigjen Surjosumpeno dengan dibantu RPKAD. Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo membentuk Komando Operasi Merapi dan berhasil menembak para pimpinan pemberontak.


Ketua PKI D.N. Aidit tertangkap tanggal 22 November 1965 dan Jawa Tengah berhasil dibersihkan dari pemberontak pada bulan Desember 1965. Operasi penumpasan PKI juga dilakukan di Blitar, Jawa Timur. Sisa-sisa G 30 S/PKI berhasil diringkus dengan Operasi Trisula yang dilancarkan mulai tanggal 3 Juli 1968. Sekitar 850 kader PKI berhasil ditangkap, 13 orang di antaranya adalah anggota Central Comite PKI Pusat. Operasi Kikis dilaksanakan TNI di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sekitar dua ratus kader PKI juga berhasil ditangkap. Sementara itu, sisa-sisa PKI mendirikan Merapi Merbabu Complex (MMC). Namun, dalam operasi TNI di daerah ini berhasil ditangkap tokoh Biro Khusus PKI yang bernama Pono.

June 01, 2015

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Sejarah Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta

Sejarah Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta

Bandara Adisutjipto adalah bandar udara yang terletak di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bandar udara Adisutjipto awalnya di bangun sebagai pangkalan udara TNI Angkatan Udara. Bandar udara ini dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa tempatnya berada Maguwoharjo. Pangkalan udara Maguwo dibangun sejak tahun 1940 lalu dipergunakan oleh Militaire Luchtvaart pada tahun 1942.
Pada tahun 1942 kota Jogjakarta diduduki oleh Tentara Jepang dan pangkalan udara Maguwo di ambil alih Tentara Jepang dari Pemerintah Hindia Belanda. Bulan November 1945 lapangan terbang beserta fasilitasnya dapat di kuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jogjakarta Timur yang di pimpin oleh Bapak Umar Slamet. Pada Tahun 1945 Pangkalan Udara Maguwo di ambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dijadikan Pangkalan Angkatan Udara untuk  mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Lapangan terbang ini digunakan untuk operasional pesawat-pesawat AURI, serta untuk latihan terbang bagi Kadet sekolah penerbang di Maguwo yang di pimpin oleh Agustinus Adisutjipto.
Pada tanggal 29 Juli1947 pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan oleh Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto ditembak jatuh oleh pesawat Belanda. tahun 1950 lapangan terbang Maguwo beserta fasilitas pendukungnya seperti pembekalan diserahkan kepada AURI. Dengan adanya pertumbuhan dan perubahan pemerintahan pangkalan udara Maguwo mengalami perubahan nama yang di sesuaikan dengan dinamika fungsi dan peranan TNI AU. Berdasarkan keputusan kepala staff Angkatan Udara No.76 Tahun 1952 Tanggal 17 Agustus 1952 nama pangkalan udara Maguwo diubah menjadi pangkalan udara Adisutjipto.
Semenjak tahun 1959 Bandara Adisutjipto dijadikan untuk Akademi Angkatan Udara (AAU) Republik Indonesia .Tahun 1964 Direktorat Jenderal Perhubungan Udaradengan keputusannya dan atas persetujuan Angkatan Udara Indonesia, Pelabuhan Udara AdiSutjipto Jogjakarta menjadi pelabuhan udara Gabungan Sipil dan Militer. Pada tahun 1972 dilakukan perluasan Terminal Sipil yang pertama. Selanjutnya pada tahun  1977 dilakukan perluasan terminal lagi karena volume penerbangan makin meningkat. Pada tanggal 1 April 1992, sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 1992, Bandar Udara Adisutjipto secara resmi masuk ke dalam pengelolaan Perum Angkasa Pura I. Tanggal 2 Januari 1993 statusnya dirubah menjadi PT (PERSERO) Angkasa Pura I Cabang Bandar Udara Adisutjipto sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1993.
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Rangkuman Sejarah Perang Dunia 2 Lengkap

Rangkuman Sejarah Perang Dunia 2 Lengkap


Pada tanggal 1 September 1939, Jerman menyerang Danzig (Polandia). Sejak saat itulah meletus perang dunia 2. Akibat tindakan Jerman ini akhirnya negara Inggris dan Perancis pada tanggal 3 September 1939 menyatakan perang terhadap Jerman dan kemudian diikuti oleh negara sekutu lainnya.

Negara yang Terlibat Perang Dunia 2 

  • Blok Fasis/Sentral: Jerman, Italia, Jepang, Austria, Rumana, Finlandia, Hungaria.
  • Blok Sekutu: Inggris, Perancis, Rusia, Amerika Serikat, Polandia, Belgia, dan negara sekutu lain.
Jalannya perang dunia 2 terjadi di beberapa medan pertempuran sebagai berikut:
  1. Medan Timur (Rusia) 1939-1944
  2. Medan Barat (Eropa) 1939-1945
  3. Medan Afrika (Balkan) 1940-1945
  4. Medan Asia-Pasifik 1941-1945
    • Sejak tahun 1939-1942 kemengan berada di pihak negara fasis yaitu Jerman, Italia, Jepang.
    • Tahun 1942 merupakan titik balik ketika blok fasis mengalami kekalahan.
      • Jerman pertama kali kalah dari Rusia dalam pertempuran Stalingrad (November 1942)
      • Jepang kalah dari sekutu di Pulau Karang (Mei 1992)
    • Antara tahun 1942-1945 kemenangan berada di pihak sekutu.
Perang Dunia 2

Akhir Perang Dunia 2 

  • Di Eropa, Sejak Jerman kalah dalam pertempuran di Stalingrad dengan Rusia, kemu pada tanggal 24 Agustlis 1944 Rumania menyerah, diikuti Buigaria pada tanggal 8 September 1944, Hungaria pada tanggal 13 Februari 1945, dan Jerman menyerah pada tanggal 7 Mei 1945.
  • Di Asia. Setelah Jepang di bom pada tanggal 6 Agustus 1945 di Hiroshima dan tanggal Agustus di Nagasaki, maka pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun, penyerahan secara resmi pada tanggal 2 September 1945 di atas kapal Missouri di Teluk Tokyo. 
Setelah Perang Dunia 2 berakhir, kemudian diadakan prjanjian damai sebagai berikut:
  1. Perjanjian Potsdam (2 Agustus 1945) antara. Jerman dan Sekutu.
  2. Perjanjian antara Italia dan Sekutu (1945)
  3. Perjanjian antara Austria dan Sekutu (1945) 
  4. Perjanjian antara Sekutu dan Hungaria, Bulgaria, Rumania, serta Finlandia (1945). 
  5. Perjanjian San Fransisco (1951) antara Jepang dan Sekutu.
Itulah tadi rangkuman singkat kronologi terjadinya perang dunia ke 2.
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 - Badan Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan umum tahun 1955 dipersiapkan untuk merumuskan undang-undang dasar konstitusi yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Pada tanggal  20 November 1956 Dewan Konstituante memulai persidangannya dengan pidato pembukaan dari Presiden Soekarno. Sidang yang akan dilaksanakan oleh anggota-anogota Dewan Konstituante adalah untuk menyusun dan menetapkan Republik Indonesia tanpa adanya pembatasan kedaulatan. Sampai tahun 1959, Konstituante tidak pemah berhasil merumuskan undang-undang dasar baru.

Keadaan seperti itu semakin mengguncangkan situasi Indonesia. Bahkan masing-masing partai politik selalu berusaha untuk mengehalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Sementara sejak tahun 1956 situasi politik negara Indonesia semakin buruk dan kacau. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah mulai bengolak, serta memperlihatkan gejala-gejala separatisme. Seperti pembentukan Dewan Banteng, Dewan Gajah, Dewan Manguni, Dewan Garuda. Dewan Lambung- Mangkurat dan lain sebagainya. Daerah-daerah yang bergeolak tidak mengakui pemerintah pusat, bahkan mereka membentuk pemerintahan sendiri.

Seperti Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia PRRI di Sumatra dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara. Keadaan yang semakin bertambah kacau ini dapat membahayakan dan mengancam keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Suasana semakin bertambah panas sementara itu, rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang Konstituante. Namun Konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Kegagalan Konstituante dalam membuat undang-undang dasar baru, menyebabkan negara Indonesia dilanda kekalutaan konstitusional. Undang-undang dasar yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat, sedangkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu itu, pada bulan Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan suatu konsepsi.

Konsepsi Presiden menginginkan terbentuknya kabinet berkaki empat (yang terdiri dari empat partai terbesar seperti PNI, Masyumi NU, dan PKI) dan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan fungsional yang berfungsi sebagai penasihat pemerintah. Ketua dewan dijabat oleh presiden sendiri. Konsepsi yang diajukan oleh Presiden Soekarno itu ternyata menimbulkan perdebatan. Berbagai argumen antara pro dan kontra muncul. Pihak yang menolak konsepsi itu menyatakan, perubahan yang mendasar dalam sistem kenegaraan hanya bisa dilaksakanakan oleh Konstituante.

Sebaliknya yang menerima konsepsi itu beranggapan bahwa krisis politik hanya bisa diatasi jika konsepsi itu dilaksanakan. Pada tanggal 22 April 1959, di depan sidang Konstituante Presiden Soekarno menganjurkan untuk kembali kepada UUD 1945 sebagai undang-undang dasar negara Republik Indonesia. Menanggapi pemyataan itu, pada tanggal 30 Mei 1959, Konstituante mengadakan sidang pemungutan suara. Hasil pemungutan suara itu menunjukkan bahwa mayoritas anggota Konstituante menginginkan berlakunya kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar Republik Indonesia.

Namun jumlah anggota yang hadir tidak mencapai dua pertiga dari jumlah anggota Konstituante, seperti yang dipersyaratkan pada Pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan suara diulang sampai dua kali. Pemungutan suara yang terakhir diselenggarakan pada tanggal 2 Juni 1959, tetapi juga mengalami kegagalan dan tidak dapat memenuhi dua pertiga dari jumlah suara yang dibutuhkan. Dengan demikian, sejak tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (istirahat). Untuk menghindari terjadinya bahaya yang disebabkan oleh kegiatan partai-partai politik maka pengumuman istirahat Konstituante diikuti dengan larangan dari Penguasa Perang Pusat untuk melakukan segala bentuk kegiatan politik.

Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar 1945 merupakan langkah terbaik untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi sebagai berikut.
  • Pembubaran Konstituante.
  • Beriakunya Kembali UUD 1945.
  • Tidak berlakunya UUDS 1950.
  • Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dekrit Presiden mendapat dukungan penuh dari masyarakat Indone-sia, sedangkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel A.H. Nasution mengeluarkan perintah harian kepada seluruh anggota TNI-AD untuk mengamankan Dekrit Presiden.
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok terjadi dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara golongan muda dan tua tentang masalah kapan dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kejadian tersebut berlangsung tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1945. Golongan muda membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke rengasdengklok dengan tujuan untuk mengamankan keduanya dari intervensi pihak luar. Daaerah Rengasdengklok dipilih karena menurut perhitungan militer, tempat tersebut jauh dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Di samping itu, mereka dengan mudah dapat mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok dari arah Bandung maupun Jakarta.

Kronologi Peristiwa Rengasdengklok

Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok selama satu hari penuh. Usaha dan rencana para pemuda untuk menekan kedua pemimpin bangsa Indonesia itu agar cepat-cepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan tentara Jepang tidak dapat dilaksanakan. Dalam peristiwa Rengasdengklok tersebut tampaknya kedua pemimpin itu mempunyai wibawa yang besar sehingga para pemuda merasa segan untuk mendekatinya, apalagi melakukan penekanan. Namun, melalui pembicaraan antara Shodanco Singgih dengan Soekarno, menyatakan bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke Jakarta.
Berdasarkan pernyataan Soekarno itu, pada tengah hari Shodanco Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan yang akan disampaikan oleh Soekarno kepada kawan-kawannya dan para pemimpin pemuda. Sementara itu, di Jakarta sedang terjadi perundingan antara Achmad Subardjo (mewakili golongan tua) dengan Wikana (mewakili golongan muda). Dari perundingan itu tercapai kata sepakat, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Di samping itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumah kediamannya dijadikan sebagai tempat perundingan dan bahkan ia bersedia menjamin keselamatan para pemimpin bangsa Indonesia itu.

Akhir Peristiwa Rengasdengklok

Berdasarkan kesepakatan antara golongan pemuda dengan Laksamana Tadashi Maeda itu, Jusuf Kunto bersedia mengantarkan Achmad Subardjo dan sekretaris pribadinya pergi menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Sebelum berangkat ke Rengasdengidok, Achmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, komandan kompi Peta Cudanco Subeno bersedia melepas Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta beserta rombongan untuk kembali ke Jakarta. Rombongan tersebut tiba di Jakarta pada pukul 17.30 WIB. Itulah sejarah singkatperistiwa Rengasdengklok yang terjadi sebelum proklamasi kemerdekaan
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

PPKI

PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA

Karena BPUPKI dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ( 独立準備委員会 ) Dokuritsu Junbi Iinkai, lit. Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

1.Keanggotaan

Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut:
  1. Ir. Soekarno (Ketua)
  2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
  3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
  4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
  5. R. P. Soeroso (Anggota)
  6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
  7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
  8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
  9. Otto Iskandardinata (Anggota)
  10. Abdoel Kadir (Anggota)
  11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
  12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
  13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
  14. Mr. Abdul Abbas (Anggota)
  15. Mr. Mohammad Hasan (Anggota)
  16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
  17. Andi Pangerang (Anggota)
  18. A.H. Hamidan (Anggota)
  19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
  20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
  21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu :
  1. Achmad Soebardjo (Anggota)
  2. Sajoeti Melik (Anggota)
  3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
  4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
  5. Kasman Singodimedjo (Anggota)
  6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)

2.Persidangan

Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, SoekarnoHatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan antara lain:
  1. mengesahkan Undang-Undang Dasar,
  2. memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. M. Hatta sebagai wakil presiden RI,
  3. membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR terbentuk.
Berkaitan dengan UUD, terdapat perubahan dari bahan yang dihasilkan oleh BPUPKI, antara lain:
  1. Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
  2. Kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya di dalam Piagam Jakartadiganti dengan Ketuhanan yang Mahaesa.
  3. Mencoret kata-kata … dan beragama Islam pada pasal 6:1 yang berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama Islam.
  4. Sejalan dengan usulan kedua, maka pasal 29 pun berubah.
C.Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang dilakukan oleh sejumlah pemuda (a.l. Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke RengasdengklokKarawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Kamis,16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu.Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[1]
D.Piagam Jakarta
Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI.
Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M.Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. SoekarnoMohammad HattaA.A. MaramisAbikoesno TjokrosoejosoAbdul Kahar MuzakirH.A. SalimAchmad SubardjoWahid Hasjim, danMuhammad Yamin.

E.PROSES PENYUSUNAN SILA-SILA PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

A. Latar Belakang Terbentuknya Pemerintahan Indonesia
Ketika pecah Perang Dunia ke- 2 di Eropa dan menyebar ke Pasifik, Jepang menduduki Hindia Belanda bulan Maret 1942, setelah tentara Belanda menyerah menyusul kejatuhan Hing Kong, Manila, dan Singapura. Pada 1 April 1945 pasukan Amerika mendarat di Okinawa. Kemudian pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 Amerika menjatukan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki (Jepang). Beberapa hari kemudian, pada 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Tentara Sekutu. Kejadian tersebut membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaan. Tiga hari setelah Jepang menyerah tanpa syarat, pada tanggal 17 Agustus 1945, pemimpin nasional Indonesia Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas nama bangsa Indonesia.
Proklamasi, yang diselenggarakan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, didengar oleh ribuan bangsa Indonesia karena teks tersebut secara rahasia disiarkan oleh pegawai radio memakai pemancar yang dikontrol Jepang.Dari peristiwa inilah mulai terbentuknya Pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Ir. Soekarno. Sedangkan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Pada tanggal 15 September 1945 kabinet pertama terbentuk.
B. Pengertian
Sebelum kita membahas Proses Penyusunan Sila-sila Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, disini kami akan membahas pengertian dari Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pancasila adalah landasan filosofis dari Negara Indonesia. Pancasila terdiri dari dua kata Sansekerta yang terdapat didalam kitab Sutasoma karangan Empu Tantular pada masa kerajaan Majapahit, yaitu Panca artinya lima, dan Silaartinya dasar. Jadi, Pancasila itu adalah lima prinsip dasar yang terkait dan tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya, yaitu :
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sesuatu draf yang didahului oleh Preambul, Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 37 pasal, 4 peraturan peralihan dan peraturan tambahan. Preambul terdiri dari empat paragraf dan mengandung kecaman terhadap penjajahan di dunia, merujuk kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia, deklarasi kemerdekaan, dan pernyataan tujuan dasar dan prinsip-prinsip. Demikianlah pengertian undang-undang menurut kami.
C. Sejarah Perkembangan UUD 1945
Sejarah Tatanegara Republik Indonesia telah mencatat bahwa sejak Negara Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang, sudah tiga Undang-Undang Dasar pernah berlaku dan digunakan sebagai landasan konstitusional Negara Republik Indonesia. Adapun tiga Undang-Undang Dasar itu ialah:
  1. Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat dalam berita Republik Indonesia tahun II (1945) No. 7., halaman 45 sampai 48, berlaku mulai tanggal 18 Agustus 1945 sampai 17 Agustus 1950; kemudian berlaku kembali sejak 5 Juli 1959 sampai sekarang.
  2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 3 tahun 1950, berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950.
  3. Undang-Undang Dasar sementara yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 56 tahun 1950 sebagai Undang-Undang Nomor 7 tahun 1950, yang berlaku mulai 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Jadi dalam sejarah konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai perkembangan yang istimewa jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar lain yang pernah berlaku di Indonesia. Keistimewaannya itu diantaranya:
  1. Undang-Undang Dasar 1945 berlaku yang pertama kali setelah Negara Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya berlaku sejak tanggal 18 Agustus 1945.
  2. Pada saat berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950) tidak berarti bahwa UUD 1945 tidak berlaku lagi. Ia tetap berlaku, malahan Undang-Undang ini memakai dengan dua konstitusi, yaitu UUD 1945 dan Konstitusi Republik Indonesia Serikat[3].
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat diadakan penahapan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut:
  1. 1. Tahap pertama   : 18 Agustus 1945-27 Desember 1949
  2. 2. Tahap kedua      : 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
  3. 3. Tahap ketiga       : 5 Juli 1959-sekarang.
D. Proses Perumusan Dasar Negara Indonesia
  1. Sejarah Pengesahan Pembukaan UUD 1945
Setelah kita amati secara teliti, historis penyusunan UUD 1945 memiliki karakteristik yang berbeda dengan ketika disusunannya UUD 1945. Rancangan pembukaan disusun dengan aktivitas historis yang sangat unik, seperti Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya. Secara yuridis (hukum), pembukaan (preambule) berkedudukan lebih tinggi dari pada UUD 1945 karena ia berstatus sebagai pokok kaidah fundamental (mendasar) daripada Negara Indonesia, sifatnya abadi, tidak dapat diubah oleh siapapun walaupun oleh MPR ataupun dengan jalan hukum, oleh karena itu bersifat imperatif.
Historis penyusunan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945 secara kronologis dapat digambarkan sebagai berikut :
  1. Tanggal 7 September 1944 adalah janji politik Pemerintahan Balatentara Jepang kepada Bangsa Indonesia, bahwa Kemerdekaan Indonesia akan diberikan besok pada tanggal 24 Agustus 1945.
Latar belakang :
  1. balatentara Jepang menjelang akhir 1944, menderita kekalahan dan tekanan dari tentara sekutu.
  2. tuntutan dan desakan dari pemimpin Bangsa Indonesia.
  3. Tanggal 29 April 1945 pembentukan BPUPKI oleh Gunswikau (Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa). Badan ini bertugas untuk menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, dan beranggotakan 60 orang terdiri dari para Pemuka Bangsa Indonesia yang diketuai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat, dengan wakil muda Raden Panji Soeroso dan itibangase Yosio[5].
  1. Dasar Disusunnya Rancangan Pembukaan (Preambule) UUD 1945 Sebagai Hukum Dasar
Dasar-dasar pikiran disusunnya Rancangan Pembukaan UUD 1945 sebagai Hukum Dasar dapat kita dapati dengan memeriksa kembali jalannya persidangan BPUPKI yang secara kronologis nanti kita bahas pada bab berikutnya. Dipembahasan ini, kami akan tampilkan secara sistematis cara kerja yang ditempuh oleh BPUPKI.
Adapun cara kerja yang ditempuh oleh BPUPKI dalam penyusunan Rancangan Pembukaan UUD 1945 sebagai Hukum Dasar Negara ada 2 (dua) Pase, yaitu :
  1. Pase Penyusunan (Perumusan)
    1. penyusunan konsep Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang kemudian disahkan sebagai Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka.
    2. penyusunan Konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar yang kemudian diserahkan menjadi Rancangan Preambule Hukum Dasar.
    3. penyusunan hal-hal yang lain, seperti :
      1. Rancangan pernyataan Indonesia Merdeka.
      2. Rancangan Ekonomi dan Keuangan
      3. Rancangan Bagian Pembelaan Tanah Air.
      4. Bentuk Negara.
      5. Wilayah Negara.
      6. Pase Pengesahan
        1. pengesahan Rancangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, adalah sebagai berikut :
          1. Menetapkan Rancangan Preambule Hukum Dasar (yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta) dengan beberapa perubahan (amandemen) sebagai pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
          2. Menetapkan Rancangan Hukum Dasar Negara Republik Indonesia setelah mendapat beberapa perubahan sebagai Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
          3. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
          4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional.
Jadi, kesimpulan menurut kami; Idea disusunnya suatu konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar timbul dalam Rapat-rapat Gabungan tanggal : 22 Juni 1945. Didalam Rapat Gabungan itu, selanjutnya akan terbentuk Panitia Delapan dan Panitia Sembilan.
E. Proses Perumusan dan Pengesahan Sila-sila Pancasila dan UUD 1945
1. Perumusan Sila-Sila Pancasila
Pada awal mula Perumusan (penyusunan) Sila-sila Pancasila adalah sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 dengan Acara Sidang Mempersiapkan Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka.
Berpidato dan Mengajukan Konsep:
  1. Tanggal 29 Mei 1945 : Prof. Mr. H. Moh. Yamin (berpidato), mengajukan saran/usul yang disiapkan secara tertulis, yang berjudul “Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” . Lima Azas dan Dasar itu adalah sebagai berikut :
    1. Peri Kebangsaan
    2. Peri Kemanusiaan
    3. Peri Ketuhanan
    4. Peri Kerakyatan
    5. Kesejahteraan Rakyat
Disamping itu juga beliau melampirkan “Konsep Rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia”. Rumusan konsep Dasar Negara itu adalah :
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Keputusan belum mendapat kesepakatan.
  1. Sementara itu dari golongan islam dalam siding BPUPKI mengusulkan juga konsepsi Dasar Negara Indonesia Merdeka ialah Islam.
Keputusan tidak mendapat kesepakatan.
  1. Tanggal 31 Mei 1945 :
  • Prof. Dr. Mr. R. Soepomo di gedung Chuuco Sangi In berpidato dan menguraikan tentang teori Negara secarayuridis, berdirinya Negara, bentuk Negara dan bentuk pemerintahan serta hubungan antara Negara dan Agama.
  • Prof. Mr. Muh Yamin, menguraikan tentang daerah Negara Kebangsaan Indonesia atas tinjauan yuridis, histories, politik, sosiologis, geografis dan konstitusional yang meliputi seluruh Nusantara Raya.
  • Berpidato juga P. F. Dahlan, menguraikan masalah golongan Bangsa Indonesia, peranakan Tionghoa, India, Arab dan Eropa yang telah turun temurun tinggal di Indonesia.
  • Berpidato juga Drs. Muh. Hatta, menguraikan tentang bentuk Negara Persatuan Negara Serikat dan Negara Persekutuan, juga hubungan negara dan agama serta Negara Republik ataukah Monarchi.
  1. Tanggal 1 Juni 1945 :
Ir. Soekarno, berpidato dan mengusulkan tentang “Konsepsi Dasar Falsafah Negara Indonesia Merdeka” yang diberi nama Pancasila dengan urutan sebagai berikut :
  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Peri Kemanusiaan (Internasionalisme)
  3. Mufakat Demokrasi
  4. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Keputusan belum mendapat kesepakatan
@     Berpidato juga :
  • Abikusno Cokrosoejoso
  • M. Soetarjo Kartohadikoesoemo
  • Ki. Bagus Hadikusumo
  • Liem Koen Hian.
  1. Rumusan pada Piagam Jakarta 22 Juni 1945;
    1. Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya.
    2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
    3. Persatuan Indonesia.
    4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
    5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
    6. Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945;
      1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
      2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
      3. Persatuan Indonesia
      4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
      5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
      6. Mukaddimah Konstitusi RIS dan UUD 1950;
        1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
        2. Peri Kemanusiaan
        3. Kebangsaan
        4. Kerakyatan
        5. Keadilan Sosial.
        6. Rumusan Lain;
          1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
          2. Peri Kemanusiaan
          3. Kebangsaan
          4. Kedaulatan Rakyat
          5. Keadilan Sosial.
Setelah diadakan rapat dan diskusi, maka telah disepakati berdasarkan sejarah perumusan dan pengesahannya, yang shah dan resmi menurut yuridis menjadi Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila seperti tercantum didalam Pembukaan UUD 1945. Yaitu 18 Agustus 1945 sampai 1 Juni 1945 merupakan proses menuju pengesahannya.
2. Perumusan dan Pengesahan Undang-Undang Dasar 1945
Pada perumusan/penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya diawali oleh beberapa tahap penyusunan, yaitu :
  1. pembukaan/mukaddimah
Didalam hasil rapat Gabungan 22 Juni 1945, maka sebagai keputusan yang keempat ialah dibentuknya Panitia Kecil Penyelidik Usul-usul (Perumusan Dasar Negara/Mukaddimah) yang terdiri dari 9 anggota (Panitia Sembilan). Adapun dalam rapat tersebut, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan Konsep Rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pada tanggal 29 Mei 1945, yang berjudul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia.
  1. lima azas dan dasar itu adalah peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ke-Tuhanan, peri kerakyatan, keadilan sosial (kesejahteraan sosial)
  2. Mr. Muhammad Yamin juga menyampaikan Konsep Rancangan Pembukaan UUD 1945 diawali dengan “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang”.
Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan juga telah berhasil merumuskan konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar. Akan tetapi, pada alenia ke-empat para peserta sidang belum ada yang setuju.
Adapun Rancangan Preambule Hukum Dasar itu bunyinya sebagai berikut :
Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah daerah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban lingkungan kemakmuran bersama di Asia timur raya, akhirnya telah menyebabkan perang kepada Amerika dan Inggris………..dan seterusnya!
  1. batang tubuh UUD 1945
Pada tanggal 7 Agustus 1945 Jenderal Terauchi mengumumkan dan secara konkrit membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang Pleno PPKI dimulai pada tanggal 18 Agustus 1945 jam 11.30, mempunyai acara untuk membahas Rancangan Hukum Dasar (termasuk Rancangan Preambule Hukum Dasar) untuk ditetapkan Undang-Undang Dasar atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebelum siding Pleno dimulai atas tanggung jawab ketua PPKI ditambah 6 orang anggota baru untuk mewakili golongan-golongan yang belum terwakili dalam keanggotaan PPKI yang lama (hasil tunjukan Pemerintah Jepang). Adapun keenam orang anggota baru itu adalah :
  1. RTA Wiranata Kusumah, wakil golongan islam dan golongan menak Jawa Barat.
  2. Ki. Hajar Dewantara, wakil golongan Taman Siswa, dan golongan Nasional dan Jawa Tengah.
  3. Mr. Kasman Suryadimejo, wakil golongan Peta.
  4. Mr. Akhmad Subarjo, wakil golongan pemuda.
  5. Sayuti Malik, wakil golongan kiri.
  6. Mr. Iwa Koesoema Sumantri, wakil golongan kiri.
Pada sidang ini Drs. Muhammad hatta menyampaikan hasil keputusan rapat BPUPKI tentang perumusan UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut :
Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar pada : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Selanjutnya, acara dengar pendapat:
  1. Ir. Soekarno memberikan usulan/saran untuk mengubah Mukaddimah menjadi Pembukaan.
  2. Anggota Ki. Bagoes Hadikoesoemo memberikan usulan/saran untuk menghapus dasar pada kemanusiaan yang adil dan beradab, menjadi kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Ir. Soekarno, selanjutnya merevisi kata Hukum Dasar Negara Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Dan masih banyak lagi usulan/saran yang disampaikan oleh anggota rapat PPKI. Akan tetapi, disini kami hanya menampilkan pendapat mereka-mereka yang diterima saja.
Maka sempurnahlah isi dari Undang-Undang Dasar 1945 itu yang berbunyi sebagai berikut :
Pembukaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan kepada : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,  Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia[8].
Demikianlah penjelasan dari kami, mengenai Proses Penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 yang seluruhnya dapat diikuti dari jalannya Persidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kemudian disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
E.KESIMPULAN
  1. Hakekat Pancasila adalah Dasar Negara. Oleh karena itu, harus diucapkan dengan satu nafas “Pancasila Dasar Negara”.
  2. Rumusan Otentik Pancasila Dasar Negara adalah rumusan dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
  3. Badan-badan yang bersangkutan dengan perumusan Pancasila Dasar Negara adalah BPUPKI dan PPKI.
  4. Kronologi Pancasila Dasar Negara:
    1. 28 Mei 1945                : Peresmian BPUPKI dan persidangan pertama BPUPKI dimulai-pidato Moh. Yamin.
    2. 31 Mei 1945                : Pidato Soepomo
    3. 1 Juni 1945                  : Pidato Soekarno, persidangan pertama selesai.
    4. 22 Juni 1945                : Perumusan Piagam Jakarta.
    5. 10 s/d 16 Juli 1945       : Persidangan ke-2 BPUPKI tentang draf UUD 1945
    6. 18 Agustus 1945          : Pengesahan UUD 1945.
  1. Tahap-tahap dalam Perumusan Pancasila Dasar Negara :
    1. Individual :
      1. Muh. Yamin                       (29 Mei 1945)
      2. Supomo                             (31 Mei 1945)
      3. Soekarno                           (1 Juni 1945), yaitu Pencetusan nama Pancasila.
      4. Kolektif :
        1. Panitia Sembilan                 (22 Juni 1945)
        2. Sidang II BPUPKI (10-16 Juli 1945)
        3. Sidang PPKI                      (18 Agustus 1945)