Showing posts with label Agama. Show all posts
Showing posts with label Agama. Show all posts

October 09, 2015

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Tentang surga dan neraka

Surga dan neraka adalah salah satu tema sentral yang dibahas dalam kajian-kajian agama. Mengapa? Ya tentu saja, sebab kehidupan di dunia membawa konsekuensi di akhirat. Konsekuensinya adalah surga dan neraka. Percaya atau tidak, kenyataannya tidak semua orang percaya akan adanya kehidupan di akhirat. Mereka yang percaya pun tidak semuanya memiliki keyakinan yang sama perihal kondisi kehidupan akhirat.

Masyarakat Yunani kuno, misalnya, memiliki kepercayaan yang unik tentang hidup setelah mati. Dalam pandangan mereka, manusia yang sudah mati akan hidup di ‘underworld’; semacam dunia di kedalaman bumi. Di sana, yang ada hanya keabadian. Ruh manusia hilir-mudik tak tentu arah, dan tentu saja, menderita. Dalam mitologi The Odyssey, tokoh utamanya sempat bertemu dengan Achilles, pahlawan dari Perang Troya. Saat itu, Achilles telah lama mati. Hidup sebagai pahlawan, tapi di akhirat ruhnya cuma hilir-mudik saja. “I would rather be a paid servant in a poor man’s house and be above ground than king of kings among the dead --- Aku lebih baik menjadi pembantu bayaran di rumah orang miskin dan berada di atas tanah daripada menjadi rajanya para raja di antara orang-orang mati.” (Achilles). Ternyata, kejayaan di dunia tidak ada gunanya di kehidupan akhirat. Itulah konsep akhirat versi Yunani kuno. Oleh karena itu, meski memiliki keyakinan agama, tapi pemikiran orang-orang Yunani terfokus pada kehidupan dunia. Sebab, kehidupan akhirat tak dapat mereka harapkan. Bisa dikatakan, dunia inilah satu-satunya harapan mereka.

Tentu tidak demikian halnya dengan keyakinan umat Muslim. Kita meyakini adanya surga dan neraka. Timbul pula sebuah pertanyaan: mengapa harus ada surga dan neraka? Bukankah Allah s.w.t itu Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim? Salah satu hikmah dari keberadaan akhirat adalah munculnya kesadaran akan konsekuensi perbuatan. Jika akhirat diyakini tidak ada, demikian pula surga dan neraka tak ada, maka tak ada konsekuensi dari perbuatan di dunia. Akibatnya, agama jadi permainan saja. Orang yang mengaku beragama tapi tak percaya akhirat cuma bermain-main.

Dalam sejarah Yunani kuno, pernah ada sebuah negara-pulau kecil yang menolak tunduk pada perintah polis Athena yang adidaya. Dalam perundingan, juru bicara Athena hanya mengatakan bahwa yang kuat pasti menang, yang lemah menderita sebagaimana mestinya. Ketika yang lemah mengatakan bahwa mereka akan berdoa agar dewa-dewi mengambil tindakan, apa jawaban polis Athena? Ternyata, delegasi polis Athena tidak peduli. Sebab, dewa-dewi yang mereka mintakan tolong itu juga dewa-dewi yang sama yang mereka sembah. Menurut mereka, karena Athena lebih kaya, lebih banyak persembahannya, maka dewa-dewi pasti akan mendukung Athena. Itulah Yunani kuno dengan pemikiran absurdnya tentang Tuhan, kebenaran dan juga surga dan neraka. Mereka percaya akhirat, namun tidak menganggapnya penting sebab konsep surga dan nerakanya tidak jelas.

Sebaliknya, umat Muslim memiliki keyakinan yang jelas tentang surga dan neraka. Al-Qur’an dan Hadits Nabi s.a.w banyak membahasnya. Kita menahan diri dari perbuatan-perbuatan buruk karena ingat pada surga dan neraka. Manusia pasti ingin masuk surga, dan tidak ingin masuk neraka. Itu fitrah manusia. Tanpa surga dan neraka, manusia tidak akan memperhatikan perbuatannya. Mereka akan bertindak semaunya, meski mengaku beriman. Ada juga yang bilang, “Saya berbuat karena cinta pada Tuhan, bukan karena ingin surga, bukan pula karena takut neraka.” Kalimat semacam ini seolah ringan sekali diucapkan, padahal banyak ‘jebakannya’.

Pertama, adalah dusta kalau manusia mengatakan dirinya tak ingin surga. Kedua, dusta pula jika ada manusia yang tidak takut neraka. Jika ada manusia tak ingin surga, kemungkinan besar karena ia tak tahu apa itu surga. Demikian juga manusia yang tak takut neraka, kemungkinan besar karena ia tak tahu apa itu neraka. Bagaimana mungkin ada Muslim yang tak kenal surga dan neraka? Wah, mungkin karena dia jarang baca Al-Qur’an dan Hadits. Karena itu, orang yang bilang tak ingin surga dan tak takut neraka akan sangat tidak masuk akal jika mengaku cinta Tuhan.

Bagaimana mungkin mencintai Tuhan jika tak pernah membaca Kitab Suci-Nya? Jika rajin membaca Kitab Suci-Nya, pasti akan mengenal surga dan neraka. Ini konsekuensinya. Oleh karena itu, iman kepada Allah sering ‘dipaketkan’ dengan iman kepada kehidupan di akhirat. “Man kaana yu’minuuna billaahi wal yaumil aakhir, falyaqul khayran aw liyashmut,” itulah haditsnya. Tidak mungkin memisahkan keimanan pada Allah s.w.t dengan keimanan pada akhirat. Surga dan neraka termasuk dalam ‘paket’ akhirat itu. Iman kepada Allah s.w.t tidak hanya mengimani keberadaan-Nya, namun juga mengimani kekuasaan dan kehendak-Nya. Tidak mungkin mengaku beriman pada Allah s.w.t jika tidak mengimani otoritas-Nya di akhirat kelak. Tidak logis mengaku beriman pada Allah s.w.t tapi tidak ridha pada kehendak-Nya di dunia dan di akhirat.

Berbuat karena motivasi cinta kepada Allah s.w.t itu sangat baik, namun tidak menafikan pemahaman tentang surga dan neraka. Allah s.w.t menciptakan surga untuk membalas kebaikan hamba-hamba-Nya. Allah s.w.t menciptakan neraka untuk membalas keingkaran jin dan manusia. Pahala dihitung berlipat ganda, sedangkan dosa hanya sesuai kesalahannya. Bukankah Allah s.w.t Maha Pengasih? Dosa yang tidak mungkin diampuni hanya dosa syirik, yaitu menyekutukan Allah. Bukankah sangat wajar? Sangatlah wajar jika orang yang mengingkari dan menyekutukan Allah disiksa di neraka. Setelah menikmati rahmat-Nya sekian lama di dunia, lantas masih ingkar juga? Bukankah wajar jika tempatnya di neraka?

Setelah meyakini surga dan neraka, tentu kita berusaha keras menjaga diri. Kita tidak mungkin meyakini diri akan masuk surga atau terhindar dari neraka. Itulah misterinya. Mengapa ada misteri? Tentu supaya kita tidak lepas-lepasnya menjaga diri.

Hidayah adalah rahasia Allah. Ada yang dibesarkan oleh keluarga kyai, begitu lihat dollar langsung menggadaikan aqidahnya. Ada juga yang terbenam dalam kejahilan, namun menjelang akhir hayatnya merengkuh khusnul khatimah.
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Kisah Nabi Idris as melihat surga dan neraka

Setiap hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa saya melihat surga dan neraka?”

“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.

Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.

“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.

“Terus terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan alasannya.

Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan. Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu. Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.

Dengan tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat tampan.

Wajah Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang mulia itu.

Waktu melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona. Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris terpukau tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris beulang-ulang.



Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak. Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.

Waktu berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.

Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”

“Silakan minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat dari emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia amat bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu. “Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap syukur berulang-ulang.

Setelah puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.

“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.

“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.

“Tapi Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian. Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.

Firman Allah:

“Dan ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).

***
Pada saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada Jibril yang mendampinginya waktu itu.

“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Tanda - Tanda Kiamat

TANDA TANDA-TANDA KIAMAT KECIL DAN BESAR

Di antara tanda-tanda kiamat kecil ialah muncul banyak fitnah, banyak terjadi pembunuhan, perbuatan hina merajalela, perbuatan keji dan kemungkaran semisal zina, minum arak, perjudian, merasa bangga dengan perbuatan buruk dilakukan secara terang-terangan. Sehingga, orang yang berpegang teguh pada agamanya bagaikan orang yang menggenggam bara api.
Demikianlah pula termasuk di antara tanda-tanda kiamat kecil ialah dicabutnya ilmu, kebodohan nampak, kuantitas kaum perempuan banyak sekali, kaum laki-laki hanya sedikit, sutra banyak dipakai, banyak orang menjadi penyanyi, seseorang melewati kuburan orang lain, lalu dia berkata, “Seandainya saja aku berada di posisi dia.”
Termasuk di antara tanda-tanda kiamat kecil ialah muncul para dai yang menyesatkan, para pemimpin yang menyimpang, amanat disia-siakan dengan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya. Demikian pula minimnya kebaikan, jarang hujan, sering terjadi gampa, banjir, harga-harga barang melangit, kaum perempuan keluar dengan menanggalkan pakaian, berpakaian tapi telanjang.
Di samping itu, termasuk di antara tanda-tanda kiamat kecil ialah terjadinya peperangan yang menentukan antara kaum Yahudi dan kaum muslimin. Akhirnya kaum muslimin membunuh mereka sehingga orang-orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, lalu pohon atau batu tersebut berbicara, “Wahai orang muslim, wahai hamba Allah! Ini orang Yahudi di belakang saya. Kemarilah, bunuh dia!” Kecuali pohon Gharqad, karena sesungguhnya pohon Gharqad termasuk pohon orang Yahudi.
Di samping itu, termasuk tanda-tanda kiamat kecil ialah waktu berjalan terasa cepat, sehingga setahun seakan-akan hanya sebulan, sebulan seakan-akan hanya satu jam, dan satu jam bagaikan bara api yang membakar.
Termasuk pula di antara tanda-tanda kiamat kecil ialah menyia-nyiakan shalat, menuruti hawa nafsu, Orang pendusta dibenarkan, dan orang yang jujur didustakan, orang yang berkhianat dianggap dapat dipercaya, orang yang dapat dipercaya dianggap berkhianat. Alquran menjadi lenyap. Yang tersisa hanyalah tulisannya, mushaf-mushaf dihias dengan emas, kaum perempuan jadi pembicara, dan masjid-masjid juga dihias.

DIANTARA TANDA-TANDA KIAMAT BESAR IALAH SEBAGAI BERIKUT:

Terbitnya matahari dari arah barat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan datang sebelum matahari terbit dari arah Barat. Apabila orang-orang melihat hal ini, maka semua orang yang ada di atasnya beriman. Hal ini pada saat tidak berguna lagi iman seseorang yang memang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu.”
Kabut
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Maka Tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tampak jelas yang meliputi manusia. Inilah adzab yang pedih.” (QS. Ad-Dukhan: 10-11)
Yang dimaksud dengan dukhan dalam ayat ini ialah kabut tebal yang memenuhi antara langit dan bumi yang muncul sebelum kiamat datang yang mengambil nafas orang-orang kafir sehingga mereka hampir tercekik sedangkan bagi orang-orang mukmin seperti mengalami pilek. Kabut ini berlangsung di muka bumi selama empat puluh hari.
Munculnya Dabbah (binatang) yang dapat berbicara dengan manusia
Di antara tanda-tanda kiamat besar ialah keluarnya Dabbah (binatang) dari dalam bumi yang dapat berbicara dengan manusia dengan bahasa yang fasih yang dapat dipahami oleh semua yang mendengarnya. Dabbah itu mengabarkan kepada mereka bahwa manusia dahulu tidak beriman kepada ayat-ayat Allah. Dabbah ini muncul di akhir zaman pada saat manusia telah mengalami kebobrokan, mereka meninggalkan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan mengganti agama yang benar. Lantas Dabbah berbicara kepada mereka, “Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat kami.” Dabbah ini keluar dengan membawa tongkat Nabi Musa ‘alaihissalam dan cincin Nabi Sulaiman‘alaihissalam. Hidung orang-orang kafir diberi cap dengan cincin. Dan wajah orang mukmin menjadi terang berkat tongkat tersebut sehingga dapat dikenali antara orang mukmin dan orang kafir.
Munculnya al-Masih Dajjal
Dia dinamai al-A’war ad-Dajjal karena dia buta sebelah matanya yang kanan. Fitnahnya merupakan fitnah terbesar yang menimpa orang-orang di akhir zaman. Al-A’war ad-Dajjal tidak hanya mengaku-aku sebagai nabi, bahkan dia juga mengaku-aku sebagai tuhan. Muncul beberapa hal-hal yang luar biasa melalui kedua tangannya sebagai bentuk istidraj dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya dan sebagai ujian bagi para manusia. Dia berkata kepada langit, “Hujanlah!” Maka langit pun menurunkan hujan. Dia berkata kepada bumi, “Keluarkanlah tanamanmu dan kekayaan yang kau pendam!” Maka bumi pun mengeluarkannya. Dia dapat membunuh manusia lalu menghidupkannya kembali. Dia mengelilingi seluruh permukaan bumi. Semua daerah yang dia masuki pasti dia berbuat kerusakan di dalamnya kecuali Mekah dan Madinah. Sebab, jika dia hendak memasukinya, dia menjumpai malaikat yang menjaganya, makanya dia kembali dan gagal. Dajjal kali pertama muncul di sebuah kota yang bernama Asfihan. Pada awalnya dia diikuti oleh tujuh puluh ribu orang Yahudi. Kemudian dia diikuti oleh orang-orang rendahan, orang-orang bodoh, dan rakyat jelata. Dia berada di muka bumi selama empat puluh hari. Ada sehari yang bagaikan setahun. Ada yang sehari bagaikan sebulan. Dan ada sehari yang bagaikan sepekan. Selebihnya, hari-hari sebagaimana hari-hari biasa.
Semua keterangan ini terdapat di dalam hadis-hadis shahih. Kami akan menuturkan sebagian di antaranya dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Tidak ada seorang nabi pun melainkan memberi peringatan kepada umatnya mengenai orang buta sebelah yang pendusta. Ingalah bahwa dia buta sebelah. Sesungguhnya Rabb kalian tidak buta sebelah. Di antara kedua matanya tertulis ‘kafir’ yang dapat dibaca oleh semua muslim.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya Dajjal keluar dengan membawa air dan api. Maka, air yang dilihat oleh orang-orang sesungguhnya adalah api yang membakar. Sedangkan api yang dilihat oleh orang-orang, sesungguhnya adalah air yang dingin dan segar. Barangsiapa di antara kalian yang menjumpai hal ini, maka hendaklah dia menjatuhkan diri pada sesuatu yang dilihatnya api, karena sesungguhnya hal itu adalah air segar yang baik.”
An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan tentang Dajjal pada suatu pagi. Beliau merendahkan tetapi juga meninggikan suaranya, sampai-sampai kami menduga bahwa Dajjal berada di satu sisi pohon kurma.” (Maksudnya, beliau merendahkan suaranya dengan menyebutkan bahwa dia buta sebelah dan di antara kedua matanya tertulis ‘kafir’. Beliau juga memandang besar fitnah Dajjal karena mencakup hal-hal yang luar biasa. Artinya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh mengganggap dekat munculnya Dajjal. Beliau menggunakan redaksi yang bermacam-macam, baik yang merendahkan maupun yang meninggikan –redaksi sehingga kami menduga- untuk bersungguh-sungguh dalam menganggap dekat –bahwa Dajjal berada di satu sisi pohon kurma- di (Madinah).
Beliau bersabda, “Selain Dajjal yang lebih saya khawatirkan atas diri kalian. Apabila dia muncul sedangkan saya masih ada di antara kalian, maka sayalah yang akan mematahkan hujjahnya untuk membela kalian. Apabila dia muncul dan saya sudah tidak ada di antara kalian, maka tiap-tiap orang membela dirinya sendiri. Allah yang menggantikan diriku atas setiap orang muslim. Dajjal adalah pemuda yang berambut keriting, matanya sayu, seakan-akan saya menyamakannya dengan Abdul Uzza bin Qathan (seseorang yang binasa pada masa jahiliyah). Barangsiapa bertemu dengannya, maka bacakan kepadanya bagian pembukaan surat Al-Kahfi. Dia muncul di daerah antara Syiria dan Irak. Dia membuat banyak kerusakan di kanan dan di kiri. Wahai hamba-hamba Allah! Tetaplah (pada keimanan dan janganlah melenceng darinya).” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah! Berapa lama dia berada di muka bumi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Empat puluh hari. Yang sehari bagaikan setahun. Sehari lagi bagaikan sebulan. Dan sehari lagi bagaikan sepekan. Sedangkan hari-hari lainnya seperti hari-hari biasa.
Kami kembali bertanya, “Wahai Rasulullah! Pada sehari yang bagaikan setahun, cukupkah bagi kami melakukan shalat untuk sehari dalam hari tersebut?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak. Perkirakanlah kadar waktunya.”
Kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah! Seperti apakah kecepatan Dajjal di bumi?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bagaikan mendung yang ditiup angin. Dia mendatangi suatu kaum, lalu dia mengajak kaum tersebut, kemudian mereka beriman kepadanya dan menerimanya. Lantas dia memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka langit pun menurunkan hujan. Dia memerintahkan bumi untuk mengeluarkan tanaman, lantas bumi pun menumbuhkan tanamannya, sehingga binatang-binatang ternak mereka kembali di penghujung siang dalam keadaan yang sangat baik, punuknya besar, serta gemuk dan kenyang. Kemudian dia mendatangi kaum lain, lalu dia mengajak kaum tersebut, dan ternyata kaum ini menolaknya (mereka masih teguh dengan ketauhidannya), lantas dia berpaling dari kaum tersebut, lantas mereka mengalami paceklik (tidak ada hujan turun di wilayah mereka dan rerumputan menjadi kering). Tidak ada harta apa pun di tangan mereka dan mereka berjalan melewati reruntuhan, kemudian Dajjal berkata pada reruntuhan tersebut, ‘Keluarkanlah harta pendamanmu,’ maka harta pendaman reruntuhan tersebut mengikutinya sebagaimana ratu lebah. Selanjutnya Dajjal memanggil seorang pemuda kekar, lalu dia membelahnya dengan pedang menjadi dua bagian yang terpisah jauh sejauh lemparan, kemudian dia memanggilnya lagi, lantas potongan tubuh itu menghadap dengan wajah yang berseri-seri sambil tertawa.
aDalam kondisi yang demikian, selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi Isa Al-Masih bin Maryam ‘alaihissalam. Beliau turun di menara putih sebelah timur Damaskus, mengenakan dua pakaian yang diwarnai, seraya meletakkan kedua telapak tangannya pada sayap dua malaikat. Ketika beliau menundukkan kepalanya, keringat bercucuran bagaikan permata. Orang kafir tidak mungkin mencium nafasnya kecuali langsung mati. Nafas beliau sampai sejauh mata memandang. Kemudian Nabi Isa mencari Dajjal sehingga beliau menemukannya di Bab Lud (nama tempat Syiria) lalu nabi Isa membunuhnya. Selanjutnya Nabi Isa mendatangi kaum yang telah dilindungi oleh Allah dari Dajjal, lalu beliau mengusap wajah-wajah mereka, beliau menjelaskan kepada mereka derajat mereka di surga.
Dalam kondisi demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi wahyu kepada Nabi Isa ‘alaihissalam, ‘Sungguh, Aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku. Tidak ada seorang pun yang mempunyai kemampuan untuk memerangi mereka. Kumpulkanlah mereka ini ke bukit Tursina (Jadikanlah bukit Tursina sebagai benteng).’ Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirim Ya’juj Ma’juj. Mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Orang pertama di antara mereka melewati danau Thabariyah, lalu mereka meminum airnya. Orang terakhir juga melewatinya, lalu mereka berkata, ‘Sungguh, tadi ada di danau ini banyak airnya.’ Nabi Isa ‘alaihissalam beserta sahabat-sahabatnya semakin kepepet, sehingga kepala sapi bagi salah seorang di antara mereka lebih baik dari pada seratu dinar bagi kalian semua hari ini (lantaran mereka sangat membutuhkan makanan), kemudian Nabi Isa beserta sahabat-sahabatnya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Mereka memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar gangguan Ya’juj Ma’juj segera dihilangkan), lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirim cacing di dalam hidung unta dan kambing pada leher-leher mereka. Lantas mereka pun mati sekaligus. Kemudian Nabi Isa ‘alaihissalam beserta sahabat-sahabatnya turun ke bumi. Ternyata mereka tidak menemukan tempat sejengkal pun di muka bumi kecuali dipenuhi oleh bau busuk. Lantas Nabi Isa beserta sahabat-sahabatnya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Allah mengirimkan burung-burung semisal leher unta. Burung-burung itu membawa bangkai Ya’juj Ma’juj lalu dilemparkan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan hujan yang tidak dapat ditahan oleh tanah keras dan gandum. Maka, bumi pun dicuci bersih sehingga seperti kaca. Kemudian dikatakan kepada bumi, ‘Tumbuhkanlah buah-buahmu dan kembalikanlah berkahmu.’ Pada hari itu sekelompok orang memakan delima dan mereka berteduh dengan kulitnya, air susu sangat diberkahi. Bahkan, seekor unta yang hampir melahirkan mencukupi untuk sekelompok orang banyak. Seekor sapi yang hampir melahirkan mencukupi untuk satu kabilah. Seekor kambing yanghampir melahirkan mencukupi satu suku. Dalam kondisi demikian, tiba-tiba Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan angin yang baik, lalu angin ini mengena mereka di bawah ketiak mereka, sehingga ruh setiap orang mukmin dan muslim dicabut. Yang masih tersisa tinggal orang-orang jahat. Orang-orang pun melakukan hubungan seks sebagaimana keledai (artinya, lelaki dan perempuan melakukan hubungan seks secara terang-terangan di hadapan banyak orang bagaikan keledai). Maka, dalam kondisi demikian datanglah hari kiamat.” (HR. Muslim)
Turunnya Nabi Isa bin Maryam ‘alaihissalam
Termasuk di antara tanda-tanda kiamat besar ialah turunnya al-Masih Nabi Isa bin Maryam ‘alaihissalam. Alquran dan hadis-hadis telah menunjukkan hal ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Tidak ada seorang pun di antara ahli kitab yang tidak beriman kepadanya (Isa) menjelang kematiannya. Dan pada hari kiamat dia (Isa) akan menjadi saksi mereka.” (QS. An-Nisa: 159)
Artinya, tidak ada seorang pun dari ahli kitab melainkan akan beriman kepada Nabi Isa ‘alaihissalammenjelang kematiannya dan pada hari kiamat Nabi Isa ‘alaihissalam akan memberi kesaksian kepada mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan sungguh, dia (Isa) itu benar-benar menjadi pertanda akan datangnya hari kiamat. Karena itu, janganlah kamu ragu-ragu tentang (kiamat) itu dan ikutilah aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Az-Zukhruf: 61)
Sesungguhnya turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam merupakan tanda-tanda kiamat sudah dekat. Terdapat beberapa hadis mutawatir mengenai turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam. Sekarang ini Nabi Isa ‘alaihissalamhidup di langit. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat ruhnya dan jasadnya kehadirat-Nya. Beliau akan turun ke bumi sebagai hakim yang adil yang menetapkan hukum berdasarkan syariat Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Asy-Syaikhani meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang menguasai jiwaku. Sungguh, putra Maryam akan turun kepada kalian semua sebagai hakim yang adil. Lalu dia menghancurkan salib, membunuh babi, dan meniadakan pajak. Harta pun melimpah-limpah sehingga tidak ada seorang pun yang mau menerima (pemberian orang lain). Sehingga sujud sekali lebih baik dari pada dunia dan isinya.” Terdapat di dalam hadis-hadis shahih pula bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam adalah orang yang akan membunuh Dajjal. Dan setelah misi Nabi Isa bin Maryam ‘alaihissalam selesai, beliau meninggal dunia, lalu kaum muslimin menshalatinya dan dimakamkan di kamar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang suci.
Keluarnya Ya’juj Ma’juj
Ya’juj Ma’juj disebutkan di dalam Alquran Al-Karim di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Mereka berkata, ‘Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?’.” (QS. Al-Kahfi: 94)
Ya’juj Ma’juj merupakan kabilah dari keturunan Yafits bin Nuh. Mereka keluar di akhir zaman setelah dinding penghalang yang dibuat oleh Dzulqarnain jebol. Lantas mereka membuat kerusakan di muka bumi dengan berbagai macam tindakan keji dan kerusakan. Saking banyaknya, mereka memakan makanan dan tanaman apa saja yang dijumpainya dan meminum danau Thabariyah sampai seakan-akan tidak pernah ada airnya.
Keluarnya api yang menggiring manusia ke padang Mahsyar
Api ini keluar dari tanah ‘Adn, yaitu api besar yang menakutkan. Tidak ada sesuatu pun yang dapat memadamkannya. Api ini menggiring manusia ke padang Mahsyar. Demikianlah di antara tanda-tanda kiamat besar. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menyelamatkan kita dari api dunia dan akhirat dan semoga Dia menyelamatkan kita dari kengerian kiamat berkat anugerah-Nya dan kemuliaan-Nya. Sungguh, Dia Maha Mendengar dan Mahadekat.
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Arti,Asbabun Nuzul,Tafsir surat Al-Imron ayat 190-191

A.    QS. Al-‘Imran Ayat 190-191
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ﴿ە۱۹﴾ ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ﴿۱۹۱﴾

Artinya: “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).[1]
B.     Sebab-Sebab Turunnya Ayat
       As-Suyuthi dalam kitabnya menyebutkan mengenai asbabun nuzul Surah Ali-‘Imran ayat 190 dengan mengutip hadits riwayat ath-Thabrani. Ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Orang-orang Quraisy mendatangi orang-orang Yahudi dan bertanya kepada mereka, ‘Apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?’ Orang-orang Yahudi itu menjawab, ‘Tongkat dan tangan yang putih bagi orang-orang yang melihatnya.’ Lalu orang-orang Quraisy itu mendatangi orang-orang Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, ‘Apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?’ Mereka menjawab, ‘Dia dulu menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.’ Lalu mereka mendatangi Nabi saw. lalu mereka berkata kepada beliau, ‘Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit Shafa dan Marwah menjadi emas untuk kami.’ Lalu beliau berdoa, maka turunlah firman Allah:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (HR. ath-Thabrani)[2]

          Menurut Ibnu Kasir dalam tafsirnya mengatakan, riwayat ini sulit dimengerti, mengingat ayat ini adalah ayat Madaniyyah, sedangkan permintaan mereka yang menghendaki agar bukit Shafa dan Marwah menjadi emas adalah di Mekah.[3] Namun demikian riwayat ini menjelaskan mengenai sebab turunnya Surah Ali-‘Imran ayat 190 dan sebagai penjelas baginya.
       Dan mengenai asbabun nuzulnya surah Ali-‘Imran ayat 191, pemakalah tidak menemukannya secara khusus. Namun berkenaan dengan hal tersebut, antara keduanya saling berkaitan dan akan dijelaskan selanjutnya. Insya Allah.


C.    Tafsir QS. Ali-‘Imran Ayat 190-191
       Pembahasan pada bagian ini akan dibahas dalam beberapa bagian, yaitu tafsir ayat menurut beberapa ahli tafsir yang kitab-kitabnya tetap menjadi rujukkan hingga sekarang.

1.      Tafsir Al-Qurtubi[4]
Al-Qurtubi dalam tafsirnya merangkum ayat ini menjadi satu bagian, yaitu QS. Ali-‘Imran: 190-200 yang terdiri dari dua puluh lima pembahasan. Untuk surah Ali-‘Imran ayat 190-191 terdapat sembilan pembahasan. Dan pemakalah meringkasnya menjadi empat pembahasan agar pembaca lebih mudah memahami maksudnya. Insya Allah.
Pertama: Firman Allah swt., “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.[5]
Ayat ini merupakan awal ayat-ayat penutup surah Ali-‘Imran, dimana pada ayat ini Allah swt. memerintahkan kita untuk melihat, merenung, dan mengambil kesimpulan, pada tanda-tanda ke-Tuhanan. Karena tanda-tanda tersebut tidak mungkin ada kecuali diciptakan oleh Yang Hidup, Yang Mengurusinya, Yang Suci, Yang Menyelamatkan, Yang Maha Kaya, dan tidak membutuhkan apa pun yang ada di alam semesta ini. Dengan meyakini hal tersebut maka keimanan mereka bersandarkan atas keyakinan yang benar, dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan. Pada ayat ini menyebutkan “…terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” Inilah salah satu fungsi akal yang diberikan kepada seluruh manusia, yaitu agar mereka dapat menggunakan akal tersebut untuk merenung tanda-tanda yang telah diberikan Allah swt.
Kedua: Jumhur ulama mengatakan bahwa disunnahkan bagi yang baru bangun dari tidurnya agar mengusap wajahnya dan membuka harinya dengan membaca kesepuluh ayat ini, karena itulah yang ditauladani dan dicontohkan oleh nabi saw. Hal ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, imam Muslim, dan para imam hadits lainnya,[6] insya allah akan disebutkan sesaat lagi.
Kemudian setelah membaca kesepuluh ayat ini, ia bersegera melakukan shalat fardhunya. Dengan begitu ia telah menggabungkan antara bertafakkur dan melakukannya secara bersamaan. Dan itulah yang disebut dengan perbuatan yang paling baik.
Diriwayatkan, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. selalu membaca sepuluh ayat terakhir dari surah Ali-‘Imran pada setiap malamnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nashr Al Waili As-Sijistani Al Hafizh, dalam kitab Al Ibanah, yang diriwayatkannya dari Sulaiman bin Musa, dari Mazhahir bin Aslam Al Makhzumi, dari Al Maqbari, dari Abu Hurairah.
Ketiga: Firman Allah swt., “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.[7]
Pada ayat ini Allah swt. menyebutkan tiga keadaan yang sering dilakukan oleh manusia pada tiap-tiap waktunya, bahkan mungkin hanya tiga keadaan inilah yang mengisi setiap waktu kebanyakan orang.
Pengaplikasian Rasulullah saw. terhadap ayat ini terdapat pada hadits yang diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata: “Rasulullah saw. selalu berzkir kepada Allah pada setiap keadaannya.” (HR. Muslim).
Beberapa ulama tafsir menurut Al Qurtubi, diantaranya Hasan dan yang lainnya juga berpendapat bahwa ayat ini adalah ungkapan mengenai shalat, yaitu: jangan sampai meninggalkan shalat, dan apabila seseorang memiliki alasan untuk tidak melakukan shalat dengan cara berdiri maka ia boleh melakukannya dengan cara duduk, ataupun berbaring. Seperti yang disebutkan pula pada firman Allah swt. artinya “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.[8]
Apabila maksud ayat tersebut mengenai tata cara shalat, maka sejalan dengan sebuah riwayat dari Imran bin Husain, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai tata cara shalat bagi orang yang menderita penyakit ambeien, beliau menjawab: ”Shalatlah dengan cara berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah, apabila masih tidak mampu maka berbaringlah.” (HR. Bukhari, At-Tirmidzi, dan Imam Ahmad dalam Musnadnya).
Keempat: Firman Allah swt., artinya: “…dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.[9]
Pada ayat ini Allah swt. menggandengkan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, yaitu tafakkur (merenungkan) kekuasaan Allah swt., yaitu bertafakkur pada segala ciptaan Allah dan mengambil pelajaran dari apa yang terbayangkan, agar semua itu dapat menambah wawasan mereka terhadap Tuhan Yang Maha Pencipta.
Makna dari tafakkur ini adalah hati seseorang yang merasa bimbang akan sesuatu. Oleh karena itu orang yang sering bimbang hatinya disebut dengan orang yang selalu berpikir akan sesuatu.
Diriwayatkan, pada suatu ketika nabi saw. berlalu dihadapan suatu kaum yang berpikir mengenai Allah, lalu Nabi saw. bersabda: “Merenunglah tentang ciptaan, dan jangan kamu merenung tentang Pencipta, karena kalian tidak akan mampu untuk mencapainya.[10]
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ketika ia menginap dirumah bibinya Maimunah (ummul mukminin), di dalam hadits yang panjang itu disebutkan: Lalu pada tengah malam Rasulullah saw. terjaga dari tidurnya, dan segera menyeka wajahnya dengan tangannya dan membaca sepuluh ayat terakhir dari surah Ali-‘Imran, lalu beliau berjalan menuju tempat air tua yang tergantung disana, kemudian beliau berwudhu dengan wudhu yang ringan (yang diwajibkan saja) kemudian beliau melakukan shalat sunnah sebanyak tiga belas rakaat….” (HR. Bukhari dan Muslim).

2.      Tafsir Ath-Thabari[11]
Tafsir karya Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari adalah tafsir bil ma’tsur yang mu’tabar dan banyak dijadikan rujukan para ulama. Dan dalam bagian ini akan disebutkan tafsir surah Ali-’Imran ayat 190-191 menurut Ath-Thabari.
Pertama: Firman Allah swt. artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.[12]
Abu Ja’far berkata: Ayat tersebut merupakan bantahan dan argumentasi dari Allah swt. untuk orang yang mengatakan kata-kata tersebut,[13] serta hujjah bagi semua makhluk-Nya, bahwa Dialah yang mengatur segalanya sesuai kehendak-Nya, dan kemampuan menjadikan kaya dan miskin ada di tangan-Nya.
Allah swt. berfirman, “Wahai manusia, merenung dan ambillah pelajaran! Sungguh, apa yang Aku ciptakan di langit dan di bumi adalah untuk kehidupan, kebutuhan, dan rezeki kalian. Demikian pula siang dan malam, keduanya Aku jadikan bergantian; pada siang hari kalian bekerja, sementara pada malam hari kalian istirahat. Sungguh, pada semuanya ada pelajaran dan tanda kekuasaan-Ku. Siapa saja diantara kalian yang memiliki akal, pasti tahu bahwa menyatakan kefakiran kepada-Ku dan menyatakan yang lain sebagai yang kaya, adalah sebuah kedustaan yang nyata, karena semuanya ada di tangan-Ku. Akulah yang mengaturnya, dan seandainya Aku membatalkannya maka kalian pasti hancur.”
Bagaimana bisa kefakiran itu dituduhkan kepada Allah, Dzat Yang memiliki segala makhluk hidup, baik di langit maupun di bumi, bahkan semuanya ada di tangan-Nya dan kembali kepada-Nya? Bagaimana bisa seseorang dianggap kaya, sementara rezekinya ada di tangan Allah?
Oleh karena itu, berpikirlah wahai orang-orang yang berakal!
Kedua: Firman Allah swt. artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.[14]
Abu Ja’far berkata: Mengingat Allah sambil berdiri atau dudukadalah sifat orang-orang yang berakal. Jadi, makna ayat tersebut adalah, “Sesunguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yakni orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau berbaring.”
Maksudnya, mereka berdiri dalam shalat, duduk ketika tasyahud, juga pada selain shalat, serta berbaring ketika tidur.
Firman Allah swt. “Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” Maknanya adalah, “Mereka mengambil pelajaran dari semua penciptaan itu, lalu mereka tahu bahwa tidak ada yang membuatnya kecuali Dia Yang menguasai segala sesuatu dan Maha Memberikan rezeki, kecuali Yang menciptakan dan mengatur segala sesuatu, dan kecuali Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Di tangan-Nya kemampuan untuk menjadikan kaya dan miskin, kemampuan untuk memuliakan dan menghinakan, kemampuan untuk menghidupkan dan mematikan, serta kemampuan untuk menyengsarakan dan membahagiakan.”
Firman Allah swt., “Tiadalah Engkau menciptakan ini sia-sia.” Abu Ja’far berkata, “Maknanya adalah, ‘Engkau tidak menciptakan penciptaan ini dengan sia-sia dan senda-gurau, dan Engkau tidak meciptakannya kecuali karena perkara besar, yakni pahala, siksa, perhitungan, dan pembalasan.”
Allah swt. lalu menyifati orang-orang tersebut dengan Ulul Albab(yang berakal), adalah karena jika mereka melihat orang-orang yang diperintah dan yang dilarang, maka ia berkata, “Wahai Rabb, Engkau tidak menciptakan mereka dalam keadaan batil atau sebatas senda-gurau, akan tetapi Engkau menciptakan mereka karena perkara yang sangat besar, yakni neraka atau surga.”
Mereka kemudian memohon kepada Allah swt. agar diselamatkan dari api neraka dan tidak dijadikan sebagai orang yang bermaksiat kepada-Nya serta menentang perintah-Nya, sehingga menjadi ahli neraka.

3.      Tafsir Ibnu Katsir
Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir al-Qurasyi ad-Dimasyqi atau lebih dikenal dengan Ibnu Katsir, adalah salah seorang ulama yang mahir di berbagai bidang ilmu agama di abad VIII H. Di antara bidang yang ditekuninya adalah tafsir al-Qur’an.
Tafsir Ibnu Katsir adalah kitab tafsir yang paling tersohor di dunia Islam. Ketersohorannya di dukung oleh penulisnya sendiri dan metode penulisannya, yaitu bil ma’tsur, sebuah metode penulisan tafsir yang diakui valid, shahih, tepat, dan lurus karena menyandarkan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an kepada landasan yang kuat dan valid, yaitu penafsiran al-qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan hadits, serta penafsiran al-Qur’an dengan pendapat para ulama tafsir Salafush Shalih dari kalangan para Sahabat dan Tabi’in. Selain itu, tafsir ini ditopang dengan ilmu-ilmu bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya yang lazim digunakan dalam penafsiran ayat al-Qur’an al-Karim.[15]
Selanjutnya di pembahasan ini pemakalah menggunakan terjemah kitab Lubaabut tafsir min Ibni Katsiir yang disusun oleh Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman Alu Syaikh, guna mempermudah pemakalah dalam penyusunan makalah ini.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (QS. 3: 190). (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka.” (QS. 3:191)

Makna ayat[16] “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi.” Artinya, yaitu pada ketinggian dan keluasan langit dan juga pada kerendahan bumi serta kepadatannya. Dan juga tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terdapat pada ciptaan-Nya yang dapat dijangkau oleh indera manusia pada keduanya (langit dan bumi), baik yang berupa; bintang-bintang, komet, daratan dan lautan, pegunungan, dan pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan, binatang, barang tambang, serta berbagai macam warna dan aneka ragam makanan dan bebauan, “Dan silih bergantinya malam dan siang.” Yakni, silih bergantinya, susul menyusulnya, panjang dan pendeknya. Terkadang ada malam yang lebih panjang dan siang yang pendek. Lalu masing-masing menjadi seimbang. Setelah itu, salah satunya mengambil masa dari yang lainnya sehingga yang terjadi pendek menjadi lebih panjang, dan yang diambil menjadi pendek yang sebelumnya panjang.
Semuanya itu merupakan ketetapan Allah yang Mahaperkasa lagi Maha-mengetahui. Oleh karena itu Allah swt. berfirman “Terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ulul Albab).” Yaitu mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata. Mereka bukan orang-orang tuli dan bisu yang tidak berakal. Allah swt. berfirman tentang mereka:
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya. Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)” (QS. Yusuf: 105-106) kemudian Allah menyifati tentang Ulul Albab, firman-Nya “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari ‘Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak mampu, maka lakukanlah sambil duduk, jika kamu tidak mampu, maka lakukanlah sambil berbaring”
Maksudnya, mereka tidak putus-putus berdzikir dalam semua keadaan, baik dengan hati maupun dengan lisan mereka. “Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” Maksudnya, mereka memahami apa yang terdapat pada keduanya (langit dan bumi) dari kandungan hikmah yang menunjukkan keagungan “al-Khaliq” (Allah), kekuasaan-Nya, keluasan ilmu-Nya, hikmah-Nya, pilihan-Nya, juga rahmat-Nya.
Syaikh Abu Sulaiman ad-Darani berkata: “Sesungguhnya aku keluar dari rumahku, lalu setiap sesuatu yang aku lihat, merupakan nikmat Allah dan ada pelajaran bagi diriku.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dun-ya dalam Kitab at-Tawakkul wal I’tibar.
Al-Hasan al-Basri berkata: “Berfikir sejenak lebih baik dari bangun shalat malam.”
Al-Fudhail mengatakan bahwa al-Hasan berkata: “Berfikir adalah cermin yang menunjukkan kebaikan dan kejelekanmu.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Berfikir (tentang kekuasaan Allah-ed) adalah cahaya yang masuk ke dalam hatimu.”
Nabi ‘Isa as. berkata: “Berbahagialah bagi orang yang lisannya selalu berdzikir, diamnya selalu berfikir (tentang kekuasaan Allah-ed), dan pandangannya mempunyai ‘ibrah (pelajaran).”
Luqman al-Hakim berkata: “Sesungguhnya lama menyendiri akan mengilhamkan untuk berfikir dan lama berfikir (tentang kuasaan Allah-ed) adalah jalan-jalan menuju pintu surga.”
Sungguh Allah mencela orang yang tidak mengambil pelajaran tentang makhluk-makhluk-Nya yang menunjukkan kepada dzat-Nya, sifat-Nya, syari’at-Nya, kekuasaan-Nya dan tanda-tanda (kekuasaan)-Nya.
Dan di sisi lain Allah swt. memuji hamba-hamba-Nya yang beriman:”(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” Yang mana mereka berkata: “Ya Rabb, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.” Artinya, Engkau tidak menciptakan semuanya ini dengan sia-sia, tetapi dengan penuh kebenaran, agar Engkau memberikan balasan kepada orang-orang yang beramal buruk terhadap apa-apa yang telah mereka kerjakan dan juga memberikan balasan orang-orang yang beramal baik dengan balasan yang lebih baik (Surga). Kemudian mereka menyucikan Allah dari perbuatan sia-sia dan penciptaan yang bathil seraya berkata: “Mahasuci Engkau.” Yakni dari menciptakan sesuatu yang sia-sia. “Maka peliharalah kami dari siksa Neraka.” Maksudnya, wahai Rabb yang menciptakan makhluk ini dengan sungguh-sungguh dan adil. Wahai Dzat yang jauh dari kekurangan, aib dan kesia-siaan, peliharalah kami dari adzab Neraka dengan daya dan kekuatan-Mu. Dan berikanlah taufik kepada kami dalam menjalankan amal shalih yang dapat mengantarkan kami ke Surga serta menyelamatkan kami dari adzab-Mu yang sangat pedih.



D.    Hubungan QS. Ali-‘Imran ayat 190-191 dengan Pendidikan
       Dalam pandangan John Dewey, pendidikan adalah sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi) manusia.[17] Dalam hubungan ini, Al-Syaibani yang dikutip oleh Jalaluddin menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya.[18]
       Sementara itu menurut Abdul Mujib dan Ahmad Mudzakkir[19]mendefinisikan mengenai pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensi-potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Definisi ini memiliki lima unsur pokok pendidikan Islam, yaitu:
1.      Proses transinternalisasi
2.      Pengetahuan dan nilai Islam
3.      Kepada peserta didik
4.      Melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya
5.      Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.

       Dengan menghubungkan definisi ini, maka menurut pemakalah hubungan antara Al-Qur’an surah Ali-‘Imran ayat 190-191 dengan pendidikan terutama pendidikan Islam, diantaranya:
1.      Sumber pendidikan Islam adalah Al-Quran. Seperti yang diungkapkan oleh Sa’id Ismail Ali, sebagaimana yang dikutip Abdul Mujib,[20]bahwa sumber pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, kata-kata sahabat, mashalil al-mursalah, ‘urf, danijtihad. Ayat ini[21] tentu menjadi sumber dalam pendidikan Islam karena ia adalah bagian dari Al-Qur’an.
2.      Materi pendidikan. Materialisme adalah sebuah aliran filsafat pendidikan yang menyatakan bahwa alam terdiri dari materi. Jadi, pendidikan itu mengajarkan tentang semua materi. Ibnu Katsir dalam tafsirnya telah menjelaskan hal ini dalam tafsirnya mengenai tafsir surah Ali-‘Imran ayat 190 di atas. Dengan merujuk pada tafsirnya, maka ayat ini membicarakan berbagai bidang ilmu seperti: Astronomi, Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, dan lain-lain.
3.      Pengetahuan. Dalam aspek pendidikan ada tiga ranah yang dikembangkan dari peserta didik, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotorik. Kognitif merupakan salah satu kompetensi inti dalam Kurikulum 2013, yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.[22] Pengetahuan tidak didapat kecuali dengan mengembangkan potensi akal, dan ini telah tertuang dalam surah Ali-’Imran menurut Al-Qurthubi di atas.
4.      Sikap dan keterampilan. Keduanya dalam pendidikan disebut afektif dan psikomotorik. Pendidikan tidak hanya menekankan pada ranah kognitif tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotorik, ketiganya (termasuk kognitif) tidak dapat dipisahkan bahkan harus seimbang. Dan kedua aspek ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. yang tertuang dalam haditsnya dalam menafsirkan dan merealisasikan ayat ini dalam kehidupan sehari-hari. Seperti dikatakan bahwa tafakur adalah thinking (kognitif)shalat dan dzikir adalah (afektif dan psikomotorik). Inilah suri tauladan yang baik dan patut dicontoh bagi pendidik maupun peserta didik.